Monday, February 21, 2011

Pendidikan: Belajar Mandiri di Negeri Upin

-- Ayu Sulistyowati

ADITYA Harjon Bahar (19) tersenyum bangga ketika ditemui di Universiti Tenaga Nasional, Kuala Lumpur, Malaysia, pertengahan Januari lalu. Remaja yang mendapat beasiswa Ancora Foundation bersama KRA Group ini mengaku mandiri dan semakin mengerti arti berjuang agar tetap mendapat nilai 4,0 hingga lulus tiga tahun lagi.

Sejumlah mahasiswa asal Indonesia yang mendapatkan beasiswa dari Ancora Foundation belajar di Malaysia dengan nyaman. Selain kemudahan penyesuaian lingkungan, mereka mendapatkan fasilitas terbaik untuk pendidikan, seperti luas dan lengkapnya perpustakaan. Seperti tiga mahasiswa asal Indonesia yang tengah memanfaatkan perpustakaan di International Islamic University Malaysia pada pertengahan Januari lalu. (KOMPAS/AYU SULISTYOWATI)

Baginya, ini keberuntungan karena bisa belajar di salah satu kampus terbaik di Kuala Lumpur dengan beasiswa. Selain itu, dia merasa dimudahkan hidup di negeri asal Upin-Ipin lahir (film kartun anak), mulai dari makanan, cuaca, bahasa, hingga pergaulan.

Hanya saja, terkadang ia masih sering kangen orangtua dan adiknya di Bekasi, Jawa Barat. Kerinduan itu bisa dilawannya dengan gitar akustik hadiah dari ibunya.

Maklum, sejak pertengahan tahun 2010, Aditya harus melanjutkan pendidikan S1-nya di negeri Upin itu. ”Malam-malam, saya masih bisa memetik gitar untuk mengusir kangen rumah di Bekasi. Tapi, kerinduan itu harus dilawan dengan kemandirian,” ujar Aditya, pertengahan Januari lalu.

Siang itu, suasana sepi di sekitar Universiti Tenaga Nasional (Uniten). Bagi Aditya, kondisi itu sangat menunjang dia lebih serius belajar dan meraih indeks prestasi 4,0 setiap semester, seperti dua semester sebelumnya. Apalagi, ia menjadi siswa terpilih dari ratusan lulusan SMA di Bekasi yang melamar beasiswa Ancora Foundation.

Aditya menjadi 10 pelajar terpilih pertama oleh yayasan yang dimotori Gita Irawan itu sejak bergulirnya program beasiswa ke Malaysia. Tahun ini, yayasan tersebut memilih lima orang lagi untuk melanjutkan S-1 di Multimedia University (MMU), Uniten, dan International Islamic University Malaysia (IIUM) di Kuala Lumpur.

Menengah-bawah

Direktur Ancora Foundation Titus Dewanto mengatakan, pihaknya memang tergolong baru dibandingkan dengan yayasan serupa yang memberikan beasiswa ke luar negeri. Karena itu, pihaknya maksimal baru mengirim lima siswa setiap tahun.

Selain itu, lanjut Titus, yayasan itu sengaja mencari calon penerima beasiswa dari luar Jakarta dan dari kalangan menengah ke bawah. Alasannya, Jakarta sudah terlalu banyak diperhatikan dibandingkan daerah lainnya, dengan jumlah peminat yang banyak juga. Hanya saja, untuk sementara ini yayasan itu mencari siswa di sekitar Jawa Barat, dan kini tengah menjajaki Jawa Tengah.

”Tetapi, kami sudah melaksanakan kerja sama dengan Universitas Cendrawasih, Papua. Lima pengajar di kampus itu disetujui untuk melanjutkan jenjang S-2 ke kampus- kampus ternama di Indonesia. Ya, kami masih konsentrasi pemberian beasiswa ke luar negeri untuk S-1 terlebih dahulu,” ujar Titus.

Pertimbangan Ancora mengirimkan pelajar ke negeri Upin dan Ipin itu, menurut Titus, karena kualitas pendidikannya tidak kalah dibandingkan kampus-kampus di negara lain di Eropa dan Australia. Iklim pendidikan dan kemandirian justru mempermudah siswa Indonesia yang belajar di Malaysia.

”Kita diuntungkan dari segi kehidupannya yang sama-sama rumpun Melayu sehingga bahasa dan makanannya pun mirip dengan Indonesia. Jadi, para siswa ini bisa memiliki konsentrasi lebih untuk belajar ketimbang memikirkan mau makan apa hari ini,” jelasnya.

Percaya diri

Kemandirian yang diharapkan pun sebanding dengan ketersediaan dan lengkapnya fasilitas belajar- mengajar hingga penyaluran hobi. Ketiga universitas itu sama-sama canggih untuk urusan fasilitas penunjang belajar di kelas maupun luar kelas, termasuk perpustakaannya. Soal hobi, tak perlu diragukan lagi. Para siswa bebas menikmati kolam renang setara olimpiade, lapangan sepak bola, senam, hingga gamelan atau bermusik modern.

Bayangkan saja, ketiga kampus itu memiliki areal sekitar 1.000 hektar. Areal tersebut sudah lengkap dengan kampus, lapangan sepak bola, kolam renang, serta rumah tinggal untuk siswa dan para dosen dari luar Malaysia. Bahkan, kampus MMU menyediakan hotel bagi para orangtua atau saudara siswa yang berasal dari negara lain untuk menginap ketika menengok siswa yang belajar di sana.

Ya, memang biaya kuliah di rumah Upin juga tidak murah. Sedikitnya, satu mahasiswa penerima beasiswa Ancora dan KRA mendapatkan 10.000 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 29,5 juta untuk biaya belajar hingga lulus, termasuk biaya hidup dan uang sakunya.

Fasilitas yang bagus juga bisa dinikmati Nurma Larasati (18), mahasiswa beasiswa di Multimedia University (MMU) dan Fikri (19) yang belajar di IIUM. Mereka mengaku, pada awalnya malu-malu dan tak percaya diri jika harus tampil. Namun, setelah hampir dua tahun di Malaysia, mereka pun bisa tampil unjuk gigi.

Saat perekrutan, nilai TOEFL tidak lebih dari 500. Nah, ini juga menjadi tips bagi para calon peminat beasiswa. ”Jangan pernah takut bicara. Kalau belum lancar, kami tetap membiayai kursus bahasa Inggris di Malaysia,” ujar Titus.

Para mahasiswa ini menyatakan, banyak teman mereka yang mengeluhkan masih terbatasnya informasi mengenai beasiswa tersebut. Banyak pula yang merasa kurang percaya diri untuk mendaftar.

”Saya terus meyakinkan teman- teman di Indonesia, terutama teman sekolah saya dulu, agar jangan pernah minder mendaftar untuk mendapatkan beasiswa. Buktinya, saya bukan rangking satu di sekolah, tetapi saya bisa. Kuncinya percaya diri aja...” tutur Aditya.

Sumber: Kompas, Senin, 21 Februari 2011

No comments: