Bandung, Kompas - Indonesia miskin tenaga ahli yang memiliki kemampuan melakukan metode penelitian ilmiah tentang etnomusikologi angklung. Hal itu dikhawatirkan akan memengaruhi pengembangan angklung dan statusnya sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.
”Para pakar atau orang yang paham tentang angklung mungkin banyak. Tetapi yang mengerti metodologi penelitian ilmiah yang terstruktur saya rasa belum ada. Hal itu sangat ironis mengingat Indonesia merupakan negara asal angklung,” kata Kepala Bidang Penelitian Pusat Penelitian Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung Husein Hendriyana, Selasa (8/2) di Bandung, Jawa Barat.
Husein mengatakan, mayoritas keahlian pakar angklung di Indonesia umumnya kuat dalam pengetahuan lisan tetapi lemah dalam penulisan ilmiah. Di satu sisi, mereka memiliki kapasitas pemahaman tentang angklung tetapi kesulitan saat diminta menyusun kemampuan mereka lebih baku agar mudah dipelajari masyarakat lainnya.
Apabila dibiarkan, Husein khawatir itu akan memengaruhi proses regenerasi, revitalisasi, dan peningkatan kesejahteraan hidup para pelaku angklung.
Direktur Saung Angklung Udjo, Taufik Udjo, membenarkan bahwa hingga kini belum banyak pakar angklung yang kuat dalam melakukan penelitian dan pemaparan ilmiah. Alasannya, sejak awal banyak kalangan masyarakat menomorduakan proses penelitian ilmiah tentang angklung.
”Di Jawa Barat nyaris tidak ada ahli yang memiliki kemampuan seimbang antara penelitian, pendokumentasian, dan penulisan karya,” ujarnya. (CHE)
Sumber: Kompas,Rabu, 9 Februari 2011
No comments:
Post a Comment