Jakarta, Kompas - Sebanyak 10 buku seri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang beredar di sejumlah SMP di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, tidak akan ditarik. Sebab, tidak ada prosedur dan mekanisme yang dilanggar dalam pengadaan buku-buku tersebut.
”Buku itu bukan buku terlarang. Apa sekarang juga masih zaman tarik-menarik sebuah buku? Kalau siswa boleh membaca buku tentang presiden-presiden negara lain, masa mereka tak boleh membaca buku tentang presidennya sendiri?” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, dalam siaran pers, seusai diterima Presiden Yudhoyono di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (31/1).
Dalam kesempatan itu, Nuh menegaskan, penerbitan buku- buku tersebut bukan karena permintaan Presiden Yudhoyono. ”Tidak ada keinginan atau inisiatif dari Presiden Yudhoyono terkait penyebaran buku-buku tentang presiden. Pengadaan buku-buku yang bersifat pengayaan ini sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah daerah dan sekolah bersangkutan,” kata Nuh.
Menurut Nuh, buku-buku tersebut harus ditempatkan pada posisinya, yakni untuk pengayaan siswa didik. ”Namun, sekarang kasusnya telah ditarik ke wilayah lain (politik),” kata Nuh lagi.
Tak sesuai kurikulum
Di Kabupaten Tegal, penyaluran buku-buku tentang sosok, pemikiran, dan kiprah Presiden Yudhoyono melalui dana alokasi khusus ditanggapi beragam oleh kepala sekolah, guru, dan murid.
Yusnita Sari, guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Al Mi’raj, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, mengatakan, buku-buku seri Lebih Dekat dengan SBY sulit dikaitkan dengan mata pelajaran di sekolah karena tidak sesuai dengan kurikulum.
Ahmad Mustafa (15), siswa kelas IX SMP Al Mi’raj, mengatakan, ia sudah membaca sebagian materi buku-buku Yudhoyono. Namun, Ahmad menilai buku itu lebih berisi kisah dan cerita keseharian Yudhoyono. ”Bagi saya lebih penting membaca buku untuk persiapan menghadapi ujian nasional,” ujarnya.
Eko Fajar Setiawan, siswa kelas IX SMP Negeri 1 Slawi, mengatakan, buku-buku itu lebih menunjukkan keunggulan-keunggulan Yudhoyono, misalnya dalam memberantas kemiskinan. Materi buku, menurut dia, mengandung unsur politik sehingga kurang menunjang pelajaran.
Kepala SMP Al Mi’raj Tegal, Abdullah Mufid, mengatakan, pihaknya lebih membutuhkan bantuan komputer ketimbang buku untuk perpustakaan karena empat komputer yang ada dipakai bergiliran untuk 115 siswa kelas VII dan VIII. (HAR/WIE)
Sumber: Kompas, Selasa, 01 Februari 2011
No comments:
Post a Comment