Sunday, February 13, 2011

Soeman Hs: Sentuhan Dakwah dalam Karyanya

-- UU Hamidy


Kelemahan Kritik Sastra

KRITIK sastra paling kurang harus bagaikan seligi tajam bertimbal. Pada satu arah terhadap pengarang karya itu. Pengarang dapat mengetahui kebaikan dan kekurangan karyanya sehingga dia dapat membuat karya yang lebih baik. Pada arah yang satu lagi untuk para pembaca. Dari ulasan kritikus sastra, pembaca mendapat pemahaman atau apresiasi yang lebih memadai, sehingga dia dapat semakin suka membaca karya sastra.

Kritik sastra yang berlaku terhadap novel dan cerpen hampir tak pernah menyinggung masalah agama yang telah dilarutkan dalam watak dan tingkah-laku tokoh cerita. Para pengamat hanya menaruh perhatian pada pertikaian tokoh cerita yang disebabkan oleh faktor-faktor lahiriah semata. Para tokoh cerita hanya punya konflik dengan tokoh lain oleh faktor kepentingan hawa nafsu atau kepentingan dunia semata. Karena itu akar masalah pertikaian tokoh hanya dicari oleh kritikus pada sifat-sifat pribadi yang berkaitan dengan kepentingan hidup bendawi. Hampir tak pernah kita jumpai suatu telaah yang mencoba melihat perkara agama sebagai bagian yang mendasar dalam watak dan perilaku tokoh cerita.

Hal ini terjadi, karena memang banyak novel dan cerpen tidak memberikan kesan atau gambaran yang memadai tentang agama tokoh cerita. Karangan serupa itu sebenarnya dapat dikatakan sebagai karya yang bersifat sekuler. Sebab, pengarang memandang tidak perlu memberi warna agama terhadap perilaku tokoh cerita. Pengarang seperti ini sebenarnya tidak jelas niatnya untuk mengarang. Dia mungkin hanya mencari popularitas untuk mendapat nama sebagai pengarang. Karya serupa itu hanya dapat memberikan hiburan, tapi juga dapat memberikan perangai yang buruk kepada kalangan pembaca. Sebab, tak ada nilainya untuk memperbaiki martabat pembacanya. Pengarang ini termasuk orang yang paling merugi dalam perbuatannya, padahal dia menyangka telah berbuat sebaik-baiknya. Sebagaimana dibidas oleh Alquran dalam Surah al Kahfi ayat 101-104.

Meskipun demikian, pengarang yang punya niat baik telah memberi warna agama terhadap watak dan perilaku tokoh cerita. Novel Atheis karya Achdiat Karta Mihardja, telah menempatkan agama sebagai sumber konflik dalam cerita. Hasan sebagai pelaku utama terombang-ambing hidupnya setelah pindah dari Islam kepada komunis lantaran pengaruh cinta terhadap perempuan. Novel seakan hendak menandaskan bahwa cinta tanpa cahaya iman hanya bagaikan fatamorgana. Sementara Hamka melarutkan dakwah Islam dengan lembut dalam novel Di Bawah Lindungan Ka’bah. Dalam novel itu Hamka menggambarkan, mengganti cinta terhadap kekasih (manusia) dengan cinta terhadap Tuhan, benar-benar pilihan yang bijaksana. Sebab, cinta kepada kekasih akan luntur oleh ruang dan waktu. Sedangkan cinta terhadap Allah akan semakin cemerlang dan abadi. Karena itulah cinta terhadap Allah dan Rasul-Nya harus di atas segala cinta terhadap manusia, harta benda dan jabatan.

Lintasan Hidup
Soeman Hs adalah anak jati Riau. Sebab, beliau dilahirkan serta dibesarkan dalam masyarakat dan budaya Melayu. Dia lahir tahun 1904 di Bagangiapiapi, menghirup air dan udara budaya Melayu bersama dengan budak-budak Melayu di daerah itu. Meskipun ayah dan ibunya berasal dari Kotanopan (Mandailing), namun setelah bermukim di Bagansiapiapi, mereka memandang itulah kampung halamannya. Mereka tak mengenal lagi pulang kampung. Sebab, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Soeman Hs adalah anak Wahid Hasibuan yang lebih terkenal dengan Lebai Hasyim bersama isterinya bernama Tarumun. Lebai Hasyim adalah orang terpandang di kampung itu. Dia seorang guru agama dengan gelar lebai, suatu gelar ulama dalam tradisi Melayu yang islami. Soeman sebagai anak ketiga telah menjadi anak yang saleh. Keluarga ini, di samping menunaikan rukun Islam dan rukun iman dengan taat, tentulah juga menjalankan syariat Islam dalam keluarganya.

Soeman masuk Sekolah Melayu tahun 1912-1918. Tahun 1918, lulus menjadi guru. Tahun 1923 tamat Normaaleursus Langsa, lalu diangkat jadi guru MIS di Siak Sri Indrapura. Tahun 1910 pindah ke Pasirpangaraian diangkat menjadi guru kepala Sekolah Melayu. Dalam zaman Jepang (1942-1945) meniadi singaku (penilik sekolah). Setelah pemulihan kedaulatan 1949 pindah ke Pekanbaru. Pada tahun 1960 pensiun dari penilik sekolah.

Soeman mulai mengarang tahun 1928. Tulisannya semula dimuat pada Pewarta Deli dan Sinar Deli terbitan Medan. Tulisan itu berupa berita kapal karam, perampokan serta kebakaran. Kemudian menulis untuk Panji Pustaka dan majalah Pujangga Baru terbitan Betawi (Jakarta). Novelnya yang pertama ialah Kasih Tak Terlerai, ditulis di Siak Sri Indrapura tahun 1929. Kemudian novelnya Mencari Pencuri Anak Perawan diterbitkan oleh Balai Pustaka tahum 1933. Karyanya yang lain ialah Tebusan Darah, Percobaan Setia dan kumpulan cerpen Kawan Bergelut.

Sentuhan Dakwah
Soeman Hs sebagai sastrawan atau pengarang telah mendapat pengakuan sebagai pengarang yang sulit dicari tandingannya. Dia dipandang sebagai pelopor cerita pendek. Dia diakui sebagai pengarang gaya jenaka yang segar. Kepadanya disematkan pula satu-satunya pengarang gaya detektif dalam belantara sastra Melayu Nusantara.

Tulisan yang sederhana ini mencoba melihat karangan Soeman dari sentuhan dakwah agama Islam. Kajian ini perlu dibuka, karena Soeman adalah seorang hamba Allah yang taat beragama Islam. Penampilan dan gaya hidunya benar-benar memberi kesan sebagai seorang mukmin yang menghayati agamanya.

Dia sungguh telah hadir, bukan hanya semata-mata sebagai guru dan pengarang, tetapi lebih-lebih di atas segalanya sebagai seorang mukmin yang memancarkan dakwah Islam dengan sinar wajahnya. Sungguh, dia telah membuktikan dirinya anak seorang lebai atau ulama.

Dengan sosok pribadi yang mulia itu tak mungkin Soeman hanya mengarang untuk sekadar karangan. Insan ini niscaya mengarang dengan niat yang ikhlas menyampaikan pesan-pesan kebenaran kepada khalayak, sebagaimana orang beriman dipanggil Allah berbuat demikian. Meskipun nama Soeman telah harum sebagai pengarang yang piawai, namun hal itu terkesan bukanlah tujuannya, sebagaimana banyak diharapkan oleh para sastrawan dewasa ini. Itu terbukti dari sambutan atau reaksi Soeman sendiri, yang hanya biasa-biasa saja terhadap julukan atau pujian yang diarahkan kepadanya. Gaya dan penampilannya tidak berubah oleh pujian itu.

Novelnya yang bertajuk Percobaan Setia telah memberi tekanan bahwa kesetiaan tidak akan diterima tanpa lebih dahulu mendapat cobaan. Dalam cobaan itulah akan terbukti seseorang setia atau tidak. Hal ini sejalan dengan panduan agama Islam yang dianut oleh orang Melayu, yang tertera dalam Alquran Surah Al-Ankabut ayat 2 yang artinya, “Apakah manusia akan dibiarkan berkata ‘kami telah beriman’ padahal mereka belum diuji?”

Novel Percobaan Setia menggambarkan kesetiaan yang tahan uji. Tokoh utama Syamsuddin, mula-mula kematian ayah, sehingga jadi yatim. Lalu diejek oleh teman-temannya dengan panggilan Syamsuwalyati. Kemudian difitnah hendak berbuat serong. Muncul lagi ujian kecurian uang bahkan kakinya patah. Sementara temannya sendiri telah menipunya.

Meskipun Syamsuddin telah terbayang sebagai pribadi yang tahan uji kesetiaannya, tetapi sebagai manusia yang punya sifat tergesa-gesa dia tergelincir juga oleh syaitan dalam perbuatan kecil. Ketika kesulitan dalam kapal, dia terpaksa pura-pura bisu dan menjual ketela dengan sedikit bual. Hal ini diakui oleh tokoh cerita sebagai dosanya, sebagaimana dia berkata, “Hanya kurasa banyak amat aku berdusta, suatu yang tidak patut dilakukan seorang haji yang sudah menempuh Tanah Suci namanya”.

Dalam kumpulan cerpen Kawan Bergelut, Soeman paling kurang memberikan tiga sentuhan dakwah. Pertama, dalam cerpen ‘’Fatwa Membawa Kecewa” Soeman seakan memberi peringatan agar hati-hatilah menjadi ulama. Kalau akhlak belum baik, ajaran Islam tidak akan mangkus disampaikan. Bahkan dapat merugikan diri sendiri. Begitulah Lebai Saleh punya tabiat buruk, suka meminta segan memberi. Dia memberi fatwa agar banyak bersedekah dengan harapan orang berjejal-jejal bersedekah kepadanya. Walhasil, ketika isterinya bersedekah kepada tamunya, dia marah-marah. Maka, terbukalah rahasia perangai lebai yang pelahap itu.

Kemudian dalam cerpen ‘’Selimut Bertuah’’ pengarang yang piawai ini memberikan kritik, apa yang terjadi jika suami tidak lagi memegang kemudi rumah tangga. Kalau sudah isteri merasa lebih kuasa dari suami, maka kata Soeman ‘’tuah betina celaka jantan”. Begitulah Cik Dang yang lemah iman telah mencintai isterinya di atas segala yang ada. Dia selalu berusaha menyenangkan hati isterinya dengan berbagai cara, sehingga “senyum isterinya menjatuhkan Cik Dang kepada budak”.

Novel Tebusan Darah telah dihidangkan oleh Soeman kepada khalayak untuk menyampaikan kebenaran, bahwa Islam itu tinggi, tidak ada yang akan dapat menandinginya. Amin sebagai tokoh utama dalam cerita telah dipertemukan dengan gadis bernama Annie, keturunan orang Eropa yang memperisteri perempuan Cina. Ayah Annie bernama Sir Djoon adalah polisi mata-mata. Amin sebagai bujang Melayu bekerja menjadi kerani. Penampilan Amin dengan akhlak yang halus serta budi bahasa yang lembut, telah memperbaiki martabatnya di mata majikannya. Berkat kejujuran dan kecerdasannya, Amin kemudian diangkat oleh Sir Djoon menjadi pembantunya dalam tugas kepolisian.

Dalam suatu pertarungan dengan kawanan penjahat, Amin dengan tangkas berhasil melumpuhkan lawannya, sehingga Sir Djoon selamat dari maut. Keadaan ini membuat hubungan jadi berbalik. Semula Amin yang merasa berhutang budi kepada Sir Djoon, tapi kemudian malah Sir Djoon dan keluarganya yang merasa berhutang budi pada Amin. Maka, Sir Djoon dengan persetujuan isteri dan anaknya mengambil kata putus untuk mempertemukan Amin dengan annie sebagai suami-isteri.

Sungguh pun pada zahirnya Amin terkesan gembira telah bertunangan dengan Annie, karena anak gadis itu memang telah lama menyentuh hatinya, tetapi batinnya tetap gelisah. Amin menyadari bahwa rumah tangga hanya dapat memberikan ketenangan dan kebahagiaan dalam tatanan syariah Islam. Tanpa syariah lslam, tiap kebahagiaan adalah bayangan yang akan hilang. Kegelisahan itu rupanya dapat dikesan oleh Annie. Tetapi sementara itu, Annie sudah melihat bukti, betapa akhlak mulia yang terpancar dari Amin, berkat ketaatannya melaksanakan syariah Islam secara utuh. Annie menyadari, akhlak mulia yang terpancar melalui budi pekerti yang halus pada Amin, karena bersandar pada iman yang kokoh. Berada di atas nilai segala harta benda, keturunan dan kedudukan. Islam memang membuat hidup manusia jadi mulia. Maka, dengan tiada keraguan Annie mengucapkan Dua Kalimah Syahadat di hadapan Amin, pertanda dia rela memeluk Islam dengan ikhlas, demi mencapai kebahagiaan yang abadi.***

UU Hamidy
, budayawan Riau. Telah menulis puluhan buku tentang sastra dan budaya. Bermastautin di Pekanbaru

Sumber: Riau Pos, Minggu, 13 Februari 2011

No comments: