Solo, Kompas - Inventarisasi atau pendataan koleksi wayang di Museum Radya Pustaka Solo sulit dilakukan karena tidak ada data pembanding. Padahal, pendataan ini sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya koleksi museum yang hilang atau dipalsukan seperti dugaan banyak pihak.
Pendataan dimulai Jumat (11/2) dan diharapkan selesai selama empat hari. ”Namun, karena tidak ada data pembanding, proses ini tidak berjalan mudah,” kata Ketua Tim Inventarisasi Wayang Museum Radya Pustaka Sri Ediningsih, Jumat kemarin di Solo.
Sejauh ini, data inventarisasi yang ada adalah Laporan Reinventarisasi Benda Cagar Budaya Bergerak Museum Radya Pustaka yang disusun Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah tahun 2007. Laporan itu baru mencantumkan jenis wayang dan jumlahnya, belum mengidentifikasi asli-tidaknya koleksi museum tersebut.
Ketiadaan inventarisasi koleksi museum sebelum tahun 2007 menyulitkan tim inventarisasi untuk mengidentifikasi wayang yang mungkin hilang atau dipalsukan.
Tim inventarisasi berasal dari Direktorat Museum, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Mereka akan menginventarisasi koleksi wayang dengan dibantu ahli wayang dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 8 Solo.
Menurut Ediningsih, pihaknya akan mencocokkan koleksi wayang dengan laporan reinventarisasi tahun 2007. Ditentukan pula bahan, ukuran, tokoh, tahun pembuatan, periode pembuatan, tahun perolehan, dan sejarahnya.
Sukasdi, ahli wayang yang digandeng Direktorat Museum, mengatakan, dirinya akan mengamati teknis pembuatan, yang di antaranya terlihat pada ornamen, untuk selanjutnya membandingkannya dengan koleksi wayang kuno miliknya.
Untuk mengetahui tahun pembuatan wayang kuno, biasanya akan tertera pada bagian kaki (pelemahan). ”Meskipun hanya pengamatan mata, yang asli atau palsu tetap kelihatan,” kata Sukasdi.
Di bawah standar
Ediningsih mengatakan, keamanan Museum Radya Pustaka masih di bawah standar. ”Padahal banyak menyimpan koleksi berharga,” ujarnya. Radya Pustaka merupakan museum tua yang didirikan pada 28 Oktober 1890.
Dugaan soal sejumlah koleksi wayang museum tersebut dipalsukan atau hilang muncul ketika sejumlah dalang di Kota Solo mengamati koleksi wayang di museum itu.
Ki Manteb Sudharsono yang mengamati rangkaian koleksi wayang gedhog gaya Madura dan wayang gedhog gaya Surakarta di lemari kaca membaca keterangan wayang-wayang itu dibuat pada masa Paku Buwono X (1893-1939). Dari koleksi itu, menurut Ki Manteb, ada 5-6 wayang dari seperangkat wayang gedhog gaya Madura yang diduga hilang. Dari seperangkat wayang gedhog gaya Surakarta diperkirakan ada 9-10 wayang yang hilang. Dari seperangkat wayang kulit purwa, ia menilai hanya ada satu yang asli. Dalang Ki Jlitheng mengatakan, koleksi wayang di museum yang terlihat saat ini sangat jauh kualitasnya di bawah wayang kuno. (EKI)
Sumber: Kompas, Sabtu, 12 Februari 2011
No comments:
Post a Comment