Thursday, November 05, 2009

Monolog untuk Rendra

[JAKARTA] Tanpa terasa, hampir 100 hari penyair WS Rendra wafat. Pria yang diberi julukan "Si Burung Merak" ini ternyata amat sulit dilupakan. Bahkan, bagi teman-teman sastrawan dan teater, nama Rendra tetap hidup. Satu-satunya yang mati hanya raganya, namun semangat dan perjuangan Rendra terus membara.

Para pemain Teater Mandiri (dari kiri) Kleng, Kardi, Alung Seroja, Bambang Ismanto dan Putu Wijaya saat membawakan Monolog Burung Merak seusai jumpa pers di Jakarta, Rabu (4/11). (SP/YC Kurniantoro)

Putu Wijaya, sastrawan serbabisa berniat menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran WS Rendra. Rencananya, Putu dan delapan teman dari Teater Mandiri menggelar Monolog Burung Merak. Monolog tersebut dibuka di Bandung, pada Minggu (8/11) dan berakhir di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, tanggal 28 November mendatang. Selama tiga minggu, Putu mengelilingi 11 tempat di Jawa, Bali, dan Bandung.

Monolog Burung Merak terdiri dari tiga bagian. Pertama-tama, Putu dan kawan-kawan membacakan sajak karya Rendra, kemudian disusul dengan pembacaan monolog karya Putu Wijaya, dan sajian terakhir adalah pembacaan medley sajak Rendra.

"Siapa saja boleh membacakan puisi atau monolog untuk Rendra. Penonton di setiap lokasi pun boleh menyumbang puisi untuk Rendra. Bagi kami, kehadiran Monolog Burung Merak merupakan ungkapan rasa hormat dan bangga atas perjuangan Rendra semasa hidupnya," papar Putu saat ditemui dalam konferensi pers Monolog Burung Merak di Jakarta, Rabu (4/11).

Persiapan monolog dilakukan sejak bulan September lalu. Beberapa puisi karya Rendra dan monolog milik Putu, dipilih sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini. Semisal di Bandung nanti, Putu membawakan monolog berjudul Poligami. Dikatakannya, poligami di Bandung sudah menjadi hal yang biasa. Pembacaan monolog Poligami, sekaligus menyindir perilaku yang kerap disalahartikan oleh kaum lelaki.

"Musuh"

Sementara itu, untuk saja-sajak Rendra, Putu memilih beberapa karya yang menggambar-kan pemikiran dasar sang sastrawan legendaris ini. Satu dari banyak puisi yang dibacakan berjudul Pesan Pencopet Kepada Pacarnya. Putu masih percaya, beberapa karya Rendra bisa memberi pencerahan dan pandangan baru tentang hidup. Setidaknya, manusia diajak melihat sisi lain dari kehidupan orang di sekitarnya.

Sosok Rendra, bagi Putu adalah guru, sahabat, sekaligus "musuh". Sebagai guru, Rendra memberikan banyak pencerahan dan pandangan mengenai kenyataan sosial. [A-23]


Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 5 November 2009

No comments: