Jakarta, Kompas - Juru bicara Mahkamah Agung, Hatta Ali, menegaskan, siapa pun pencari keadilan, termasuk pemerintah cq Menteri Pendidikan Nasional, berhak menggunakan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali.
Namun, diterima atau tidaknya permohonan tersebut, bakal tergantung dari majelis PK yang akan dibentuk Ketua MA. ”Siapa pun boleh mengajukan PK asalkan ada novum (bukti baru) atau kesalahan penerapan hukum dalam putusan judex juris (kasasi),” ujar Hatta Ali saat dihubungi di Jakarta, Jumat (27/11).
Pada 14 September 2009 majelis kasasi yang diketuai Abbas Said serta beranggotakan Imam Harjadi dan Mansyur Kertayasa mengeluarkan keputusan menolak kasasi ujian nasional (UN) yang diajukan pemerintah.
Dengan itu, MA menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007, yang menyatakan bahwa pemerintah telah lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak pendidikan dan hak anak yang menjadi korban UN. Pemerintah juga dinilai lalai meningkatkan kualitas guru, sarana prasarana, sekaligus akses informasi yang lengkap di daerah sebelum pelaksanaan UN.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, melalui siaran pers yang ditandatangani Ketua Hadi Supeno, Jumat (27/11), meminta pemerintah mematuhi putusan MA dengan tak lagi menyelenggarakan UN tahun ajaran 2010 dan tahun-tahun berikutnya sampai pemerintah bisa memenuhi kewajibannya menyediakan standar pendidikan lain secara memadai.
Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas) kemarin menuntut agar UN dibatalkan menyusul keputusan MA. Mereka menginginkan ujian kelulusan siswa dikembalikan ke daerah masing-masing.
Menunggu salinan
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh masih menunggu salinan putusan MA. Jika isi putusan menguatkan putusan PN Jakarta Pusat, pemerintah beranggapan pelaksanaan UN tidak melanggar putusan itu.
”Dalam putusan pengadilan terdahulu, tidak ada kalimat eksplisit melarang pemerintah melaksanakan UN. Pemerintah sudah dan terus melakukan upaya peningkatan mutu guru lewat sertifikasi, menyediakan dana triliunan rupiah untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, serta mengembangkan jaringan pendidikan nasional. Semua itu kami lakukan,” tutur Nuh.
Maraknya pemberitaan mengenai kemungkinan pembatalan UN tahun ajaran ini menambah kebingungan para pelajar.
”Saya memang masih fokus belajar untuk UN, tetapi konsentrasi sudah pecah,” ujar Rucita Nandisa Putri (17), pelajar XII IPA SMA Santa Maria, Yogyakarta. Hal senada diungkapkan sejumlah pelajar lain.
Kebijakan mencampur siswa berbagai sekolah di satu ruangan saat UN juga akan ditinjau.
”Akan kami lihat, lebih banyak manfaat atau mudaratnya. Akan dikaji bersama, Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Standar Nasional Pendidikan,” ujar Mansyur Ramly, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Kamis (26/11). (VAN/ANW/ELN/IRE/MDN)
Sumber: Kompas, Sabtu, 28 November 2009
No comments:
Post a Comment