Sunday, November 29, 2009

[Buku] Potret Lain Dunia Muslim

Judul Buku: Santri Eropa
Penulis: Rohman Budjianto
Penerbit: Jaring Pena, Surabaya
Cetakan: Pertama 2009
Tebal: IV+216 halaman

TURKI adalah negeri muslim de­ngan paham sekuler, paham yang sudah dianut negeri itu sejak ma­sa pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk. Meskipun 90 persen dari 70 juta jiwa penduduknya ada­lah musulman (muslim), Turki ter­lihat sangat berbeda dengan ka­um muslim di negeri-negeri se­kitarnya. Terutama dalam hal bu­sa­na. Mereka sangat kental de­ngan kesan ''kosmopolitan''. Ke­­ba­nyakan berpenampilan se­per­­ti orang Eropa. Kalau dilihat dari segi fisik, memang orang-orang Turki mirip orang Eropa.

Berbeda dengan negara-negara lain yang berpenduduk mayoritas mu­slim, saat bulan puasa di Turki, ke­dai dan kafe -bahkan hiburan ma­lam- tetap buka seperti biasa. War­ganya diberikan kebebasan un­tuk mengekspresikan diri. Namun, meski sekuler, Turki tetap me­nunjukkan ciri Islam yang bisa k­i­ta lihat pada fasilitas umum se­perti tersedianya musala (mescit, ba­ha­sa Turki). Presiden Turki Ab­dul­lah Gul dan Perdana Menteri Re­cep Tayyip Erdogan dikenal se­ba­gai muslim yang sangat ''santri''.

Hal unik yang juga bisa kita temukan di Turki adalah adanya atu­­ran yang melarang wanita meng­­gunakan jilbab di kantor-kantor pemerintahan dan perguru­an tinggi. Partai ''santri'' yang merupakan partai milik presiden ter­pilih ingin mengamandemen un­dang-undang tersebut, tetapi mengh­adapi tantangan dari penja­ga sekuralisme, yaitu militer. Mi­li­ter Turki memiliki semacam hak veto dalam menjaga garis na­si­onalisme sekuler dan stabilitas.

Sekolah tidak istirahat pada wak­tu salat Jumat, tak terkecuali se­kolah madrasah. Dengan begitu, mu­rid-murid yang taat bergama ha­rus membolos dari sekolah agar da­pat menjalankan ibadah salat Jumat. Warga yang taat sedikit ter­obati dengan acara-acara TV pa­­da bulan Ramadan. Sebab, se­ba­­gian besar TV menayangkan acara-acara Ramazan (Ramadan) seperti ceramah agama dan acara keagamaan lain. Televisi-televisi itu juga menayangkan jadwal buka dan sahur.

Dalam buku ini, penulis juga meng­gambarkan bagaimana warga Turki sangat menghormati dan me­ngagungkan sosok Mustafa Ke­mal Ataturk yang dianggap se­bagai ''Bapak Bangsa''. Hal itu bi­sa dilihat dengan dibangunnya se­buah mausoleum yang sangat me­gah, tempat jenazah Ataturk di­baringkan. Setiap 10 November sekitar pukul 09.05, setiap warga Tur­ki diinstruksikan untuk meng­he­ningkan cipta karena pada wak­tu itulah Mustafa Kemal Ataturk me­ninggal. Sama seperti kita di In­donesia, setiap 10 November juga diperingati sebagai hari pah­lawan bagi bangsa Turki.

Kalau di Baghdad, Irak, kita me­ngenal kisah jenaka Abunawas yang hidup pada zaman Khalifah H­a­run Al Rasyid, di Turki juga hi­dup seorang sufi kocak bernama Na­sruddin Hoja. Banyak kutipan ki­sah-kisah lucu tentang Nasruddin Hoja disajikan penulis buku ini. Nasruddin Hoja memang men­jadi salah satu ikon bangsa Tur­ki. Namanya tersohor hingga Af­ghanistan, Iran, dan Uzbekistan. Pengaruhnya bahkan sampai ke dunia Arab.

Pada satu bab dalam buku ini, pe­nulis juga menceritakan kunju­ngannya ke tempat-tempat ber­seja­r­ah seperti gua legendaris As­ha­bul Kahfi, Aya Sofia (katedral yang kini jadi museum), ser­ta Istana Topkapi.

Pelukisan yang juga tidak kalah me­nariknya adalah berkaitan de­ngan negara Siprus. Negara itu ter­bagi menjadi dua bagian, yaitu Si­prus Turki dan Siprus Yunani. Di Siprus Turki terdapat sebuah masjid yang terkenal dan banyak dikunjungi turis asing. Bangunan masjid ini dahulu merupakan ka­tedral yang sudah beralih fungsi men­jadi masjid. Keaslian bentuk bangunannya tetap dipertahankan, hanya hiasan-hiasan dindingnya yang berubah.

Sama halnya di Turki, gaya dan pe­nampilan masyarakat Siprus Tur­ki sudah sangat Eropa. Namun, banyak juga wanita yang me­ngenakan jilbab walaupun ti­dak sebanyak di Turki. Peradaban Ero­pa lain yang sudah menjadi ba­gian hidup di Siprus adalah ka­sino dan judi. Bisa dibilang, me­ne­­mukan kasino sama mudahnya dengan menemukan masjid. War­ga Siprus Turki tak bangga de­ngan keislamannya.

Pemandangan yang terlihat di Si­prus Turki berbeda dengan Si­prus Yunani (Republik Siprus). Di Si­prus Yunani, pengunjung tidak bi­sa menemukan bangunan-ba­ngu­nan masjid yang banyak seper­ti di Siprus Turki. Sebagai alat pem­bayaran, Siprus Turki mema­kai lira, sedangkan di Siprus Yu­na­ni menggunakan euro. Nama-na­ma toko menggunakan bahasa Yu­nani. Tetapi, karena bahasa Yu­nani dianggap terlalu sulit, digunakan juga bahasa Inggris.

Cerita tentang dua bagian Siprus ter­sebut disajikan dengan sangat menarik sehingga membuat pembaca penasaran dengan fenomena yang terjadi di negara itu.

Dalam kisah Tongkat Musa Ter­nyata Hanya Sebatang Ranting, di­ceritakan kemegahan istana sul­tan yang berisi penuh dengan ben­da-benda peninggalan sejarah. Ter­dapat logam kuning kemilau yang berbentuk tangan, mulai siku sam­pai jemari. Di katalog tertulis: ini adalah tangan Prophet John (Ra­sul Johannes) alias Nabi Yah­ya. Selain itu, ada juga benda yang terkait dengan tiga agama, yaitu Ya­hudi, Kristen, dan Islam. Ko­leksi tersebut berupa Tongkat Nabi Musa.

Membaca buku ini, kita mungkin bisa membandingkan perbeda­an gaya hidup masyarakat muslim di Turki dengan Indonesia. Inikah ga­mbaran wajah Islam yang diharapkan oleh dunia Barat?

Buku ini sangat penting, teruta­ma untuk menambah wawasan ki­ta tentang negara-negara Islam. Se­lain menyuguhkan cerita perja­lanannya yang mengesankan, pe­nulis juga memanjakan indra peng­lihatan pembaca dengan foto-fo­to yang bercerita tentang lokasi-lokasi eksotis di Turki dan Siprus yang dikunjunginya. (*)

Taufik Suadiyatno
, Mahasiswa Unesa, dosen IKIP Mataram, NTB


Sumber: Jawa Pos, Minggu, 29 November 2009

1 comment:

kampekique said...

kuk masih susa y dapetin buku ni d pasaran....hohoho