
Sumur itu terkubur sekitar 1 meter di dalam tanah. Seorang warga, Parman, menemukannya secara tidak sengaja saat menggali tanah liat untuk usaha batu bata, sekitar dua minggu lalu.
”Dia tidak memberitahukan kepada siapa pun soal penemuan itu sampai kemarin,” kata Karsinah (58), pemilik lahan yang menyewakan tanahnya kepada Parman, ketika ditemui di lokasi, Jumat (20/11).
Mulut sumur berdiameter sekitar 50 cm, kedalaman sekitar 1 meter. Tak seperti sumur umumnya, pinggirannya berlapis gerabah—bahan untuk membuat kendi. Di sekitarnya ada puluhan batu bata merah berukuran tiga kali lebih besar dari bata biasa dan dua arca kepala Nandi.
Beberapa bata dibiarkan berserakan di tepi kali kecil, sekitar 10 meter dari lokasi. Seorang warga dusun mengaku pernah memakai bata kuno itu sebagai pijakan jamban.
Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta Tri Hartono mengatakan, pihaknya masih meneliti sumur tersebut. Pihak BP3 Yogyakarta telah membawa sampel bata merah dan dua arca Nandi untuk penyelidikan lebih jauh.
Tri mengatakan, kemungkinan besar sumur itu berasal dari masa klasik abad ke-7 hingga ke-8 Masehi, periode Kerajaan Mataram Kuno. Sumur diperkirakan bagian dari perkampungan. ”Di Kabupaten Bantul juga banyak ditemukan sumur serupa,” ujarnya.
Dugaan ini, lanjut Tri, didukung banyaknya temuan arkeologis lain di sekitar Kecamatan Seyegan. Soal kondisi terbengkalai, Tri menyatakan, pihaknya berkoordinasi dengan Badan Arkeologi Yogyakarta untuk penelitian, rencana sterilisasi, dan pengamanan lokasi itu. (ENG)
Sumber: Kompas, Senin, 23 November 2009
No comments:
Post a Comment