Sunday, November 08, 2009

Romantisme Kereta Kencana

GAJAH mati meninggalkan gading,harimau mati meninggalkan belang,manusia mati meninggalkan nama. Pameo ini cocok bagi orang yang masih hidup dan banyak melakukan perbuatan-perbuatan baik. Setidaknya dalam rangka mengenang kepergian penyair yang dikenal sebagai Si Burung Merak,Rendra,Teater PIN menampilkan sebuah lakon teater romantis dengan tajuk Kereta Kencana.

KERETA KENCANA. Dua aktor seniman beraksi pada teater berjudul Kereta Kencana di galeri Salihara, Jakarta Selatan, kemarin. Teater dengan sutradara Putu Wijaya tersebut bentuk penghormatan kepada almarhum penyair WS Rendra yang wafat pada tanggal 6, Agustus 2009, yang lalu.

Pementasan dilangsungkan di Komunitas Teater Salihara, Pasar Minggu,Jakarta Selatan. Kereta Kencana diawali dengan hadirnya bunyi desau angin dan siluet-siluet di panggung dengan layar putih. Derap kaki kuda dari sebuah kereta kencana yang semakin mendekat terdengar semakin keras. Lalu terdengar pula sebuah suara, “Wahai dengarlah kau orang tua yang selalu bergandengan dan bercinta,siang dan malam bergandengan dua abad lamanya.

Kereta kencana akan datang menjemput, dengan sepuluh kuda dengan satu warna,” Kata suara yang muncul dari belakang panggung”. Sementara itu, seorang lakilaki tua duduk di atas sebuah kursi dalam kegelapan. Seorang perempuan tua yang diperankan oleh Niniek L Karim,tertatih membawa lampu templok.Menyalakan lampu ruangan dan bertanya-tanya kepada suaminya mengapa duduk melamun dalam kegelapan.

Ketika lampu menyala, guratan resah terlihat di wajah suaminya, bernama Hendri yang dilakonkan oleh Ikranagara. Setelah lampu dinyalakan, pasangan suami–istri yang digambarkan hanya hidup berdua saja, membahas tentang sebuah kereta kencana yang semakin sering saja terlihat dan terdengar.

“Mendengar kedatangan kereta kencana itu, tubuhku berkeringat, bukankah itu artinya kita akan mati bersama,” Kata sang suami mencoba menenangkan diri dari ketakutan. Jarum jam berdentang satu kali,Hendri membuka jendela dan desau angin dingin terdengar. “Kalau saat itu tiba, beginilah rasanya,” katanya lagi.Walaupun juga mengalami keresahan dan sedikit takut.

Namun, pasangan suami istri yang telah renta itu tetap berdialog dan saling menghibur.“Senyumlah sayangku,senyum di saat ini adalah sebuah kebudayaan,” Kata sang istri membujuk suaminya agar menutup jendela agar desau angin tidak masuk ke dalam rumah. Untuk mengisi kekosongan dan kesepian hari-hari tua tanpa seorang buah hati pun, pasangan suami–istri renta itu saling menghibur diri.

Mereka kemudian bermain badut dengan layangan. Mereka bisa tertawa bahagia sambil mengenang masa muda mereka yang telah berlalu. Pentas Kereta Kencana yang disutradarai oleh Putu Wijaya, berhasil menghibur penonton dengan menyisipkan lelucon dan humor segar dalam adegan teater mereka. Apalagi ketika sang suami menawarkan minuman bagi istrinya. “Mau anggur,brendi atau arak atau teh poci dari Jawa.

Teh ini dibuat dengan teknologi purba dan telah dipatenkan oleh PBB,” katanya disambut heboh tawa di bangku penonton. Tiba-tiba keceriaan mereka hilang, pasangan suami–istri renta itu mulai menangis, menyesali bahwa mereka tidak punya anak, walaupun telah dua abad menikah. Dalam sepi masa tua, pasangan itu mulai mendongeng tentang masa lalu. “Setelah pengembaraan panjang, kita sampai di sebuah gerbang, kita basah kuyup, tubuh menggigil, gigi gemeletuk.

Kita minta gerbang itu dibuka, tapi mereka tidak mau. Di balik gerbang itu ada padang rumput, ada kebun, taman dan bunga.Tapi kita tidak bisa masuk dan kita mengembara lagi selama 125 tahun,” Kata Hendri mengenang derita yang telah mereka lewati bersama di waktu muda”. “Kereta Kencana adalah sebuah lakon realis romantis yang menjadi karya terbaik Rendra.

Karya ini telah dipentaskan sejak tahun 1960- an lalu,”kata Sutradara Kereta Kencana, Putu Wijaya. Cerita tentang sepasang suami– istri renta terus berlanjut. Kali ini mereka bercerita tentang kejayaan masa muda yang telah berkeliling dunia.Mereka berkeliling dunia dari London, New York, Jakarta dan Padang.

“Sekarang semua itu sudah hancur yang tinggal sekarang adalah lagu nina bobok,” kata mereka.Ketika melantunkan lagu nina bobok,Hendri mulai mengantuk dan tertidur. Namun,ketukan di pintu mengagetkan pasangan itu. Ternyata mereka kedatangan tamu yang mereka sebut paduka.

“Saya tidak pernah jadi menteri paduka karena saya hanya punya satu wajah.Tapi mereka para politikus punya 1001 muka,” kata Andri kembali disambut heboh tawa penonton. Ketukan di pintu, kembali mengagetkan mereka. Ternyata tamu yang datang adalah anakanak yang ingin bertamu.

Setelah semua masuk, Hendri berpidato tentang sebuah kereta kencana yang akan menjemput mereka berdua.Ketukan di pintu kembali terdengar. Ternyata yang datang adalah penguasa cahaya. Walaupun tamu-tamu yang datang adalah tamu yang tanpa wujud.

Namun, kepiawain dua aktor senior ini berakting, membuat seakan-akan mereka tengah menyambut tamu sesungguhnya.Juga ketika tamu anak-anak datang dan meramaikan rumah. Kepanikan suami istri yang merasa tidak bisa menerima tamu dalam jumlah banyak karena rumah mereka yang kecil terlihat.

“Yang selalu saya ingat tentang Rendra adalah kepiawaiannya menyisipkan dialog-dialog lucu walaupun sedang berada dalam situasi seserius apapun. Karya Rendra termasuk Kereta Kencana adalah sebuah karya yang harus dikenang,” kata Putu Wijaya lagi. (bernadette lilia nova)

Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 08 November 2009

No comments: