-- Dendy Sugono*
DAAM sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa, bahasa Indonesia telah terbukti menyatukan berbagai golongan dan etnis ke dalam satu kesatuan bangsa Indonesia, sebagaimana tercetus dalam pernyataan sikap politik pemuda Indonesia pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, 79 tahun yang lalu. Kata Indonesia menjadi identitas suatu wilayah, bangsa, dan bahasa, yaitu (1) tanah air Indonesia, (2) bangsa Indonesia, dan (3) bahasa Indonesia.
Pernyataan "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia" merupakan pengakuan terhadap banyak bahasa di Indonesia (746 bahasa). Pernyataan itu (1) menempatkan keutamaan bahasa Indonesia di atas bahasa-bahasa lain dalam konteks kenasionalan, (2) bahasa-bahasa daerah tetap memiliki hak hidup di tengah-tengah masyarakat pendukungnya, (3) masyarakat penutur bahasa-bahasa daerah itu merupakan rakyat yang mendiami wilayah kepulauan dalam satu kesatuan tanah air Indonesia.
Pernyataan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional itu telah menempatkan bahasa Indonesia pada posisi yang amat strategis pada kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dalam kedudukannya itu bahasa Indonesia berfungsi, antara lain, sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional serta sebagai alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasa ke dalam satu kesatuan bangsa.
Kedudukan itu telah berkembang sejalan dengan perkembangan sejarah perjuangan politik bangsa Indonesia, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sehari setelah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 36 UUD 1945. Dengan demikian, kedudukan bahasa Indonesia memiliki landasan politis dan yuridis yang kuat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Persoalannya adalah bagaimana mengukuhkan, bahkan meningkatkan, peran bahasa Indonesia pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam sistem pemerintahan desentralisasi dan ancaman disintegrasi bangsa serta dalam memasuki tatanan kehidupan global.
Di tengah tatanan dunia baru
Tatanan kehidupan dunia yang baru yang ditandai, antara lain, pemberlakuan pasar bebas 2010 di kawasan Asia Pasifik bagi negara-negara maju, dan 2020 secara keseluruhan telah memacu bangsa-bangsa di kawasan itu untuk melakukan berbagai upaya yang ditujukan pada peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM). Sementara itu, perkembangan teknologi informasi yang mampu menerobos batas ruang dan waktu telah memberi peluang keterbukaan yang tidak dapat dihindarkan. Dengan teknologi itu masyarakat dapat memperoleh berbagai informasi secara langsung melalui radio, televisi, internet, atau media lain.
Keadaan itu membawa pengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam berpikir dan bertindak. Hal itu, antara lain, tampak pada pengembangan usaha dan jasa yang tidak saja berorientasi pada pasar lokal dan nasional, tetapi juga berorientasi pada pasar global. Pemberian nama produk dan jasa cenderung dipengaruhi bahasa yang digunakan dalam komunikasi antarbangsa, yaitu bahasa asing.
Selain pengaruh dari luar, keadaan di dalam negeri, seperti perubahan dari pemerintahan sentralistik ke otonomi daerah serta fenomena disintegrasi bangsa, membawa pengaruh terhadap sikap bahasa masyarakat. Dalam keadaan seperti itu peran bahasa Indonesia menjadi amat strategis.
Pada tatanan kehidupan global, bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa pengantar perhubungan luas. Jumlah penutur bahasa besar kelima di dunia, urutan keempat penduduk besar dunia, ketersebaran pembelajaran bahasa Indonesia di 129 perguruan tinggi dan lembaga kursus di luar negeri, merupakan potensi bahasa Indonesia ke depan sebagai bahasa pengantar perhubungan luas walaupun faktor ekonomi, politik, dan sosial budaya turut memainkan peran dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan luas. Sementara itu, dalam tatanan kehidupan kebangsaan, bahasa Indonesia memiliki peran yang penting pula, antara lain, sebagai sarana pencerdasan kehidupan bangsa, wahana memajukan peradaban bangsa, dan sarana pewarisan kepada generasi penerus.
Merekat persatuan
Bahasa Indonesia memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan kesiapan memasuki tatanan kehidupan global, seperti perdagangan bebas ataupun teknologi informasi. Perdagangan bebas ataupun teknologi informasi menggunakan sarana komunikasi. Di situlah bahasa Indonesia dapat memainkan peran, yaitu sebagai bahasa pengantar dalam perdagangan bebas di Indonesia, bahkan di kawasan Asia Tenggara.
Untuk memenuhi peran itu, perlu dilakukan peningkatan mutu daya ungkap dan pemantapan sistem tata bahasa ataupun sistem tulis (ejaan). Peningkatan mutu daya ungkap dilakukan melalui pemekaran kosakata. Baik kata maupun istilah harus dipacu pengembangannya sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan masyarakat penuturnya.
Sementara itu, sistem pembentukan kata ataupun kalimat perlu dimantapkan agar tahan terhadap berbagai perubahan. Demikian juga sistem tulis atau ejaan perlu dimantapkan demi menampung berbagai perkembangan kosakata/istilah ataupun sistem tata bahasa.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar perdagangan bebas ataupun pengantar teknologi informasi akan menunjukkan lambang jati diri bangsa. Oleh karena itu, pemakaian bahasa pengantar dalam media internet, misalnya, akan memperlihatkan identitas kebangsaan Indonesia yang sekaligus menjadi kebanggaan nasional. Untuk meningkatkan peran ke arah itu, perlu dilakukan upaya peningkatan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia melalui peningkatan mutu penggunaannya.
Peningkatan mutu SDM generasi pelapis perlu disiapkan sebagai pelaku dalam tatanan kehidupan global tahun 2020. Upaya itu dilakukan lewat berbagai kegiatan bahasa dan sastra melalui jalur pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Jalur itu amat penting ditempuh demi penanaman dan peningkatan sikap positif generasi pelapis terhadap lambang jati diri bangsa.
Di sisi lain, peningkatan sikap positif masyarakat luas dilakukan melalui pemasyarakatan penggunaan bahasa Indonesia. Upaya itu dapat dilakukan melalui penyediaan berbagai buku panduan yang dapat memberi petunjuk penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar serta melalui penyuluhan langsung kepada aparatur pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh politik, penulis, penerjemah, insan pers, guru, dan sebagainya.
Melalui berbagi upaya itu diharapkan masyarakat merasa ikut memiliki lambang jati diri bangsa Indonesia. Rasa ikut memiliki itu akan mengukuhkan rasa persatuan terhadap satu tanah air, satu negara kesatuan, satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu bendera, satu lambang negara, dan satu lagu kebangsaan. Pada gilirannya rasa persatuan itu akan menjauhkan perpecahan bangsa sekalipun berada dalam era reformasi dan globalisasi.
* Dendy Sugono, Kepala Pusat Bahasa
Sumber: Kompas, Senin, 10 September 2007
No comments:
Post a Comment