Thursday, September 06, 2007

Khazanah: Banyak Kekayaan Budaya Indonesia Hilang

Kemampuan kita menguasai teknologi di bawah ngara-negara jiran ini. Ternyata mereka lebih dahulu bisa memanfaatkan akulturasi dan transisi budaya industri secara efektif sudah hampir merata dalam kehidupan. (James F Sundah)

Pada zaman "edan" ini warisan kekayaan budaya bukan saja menghilang, tetapi ada yang pelan-pelan telah berpindah menjadi milik bangsa lain sehingga hal ini sangat menyakitkan. James F Sundah Ketua Bidang Apresiasi Seni Budaya Nasional dan Pengembangan Teknologi Informasi PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia) mengatakan hal itu dalam dialog seni tradisi Solo Internasional Ethnic Music (SIEM) 1-5 September 2007, di Solo, Jateng, Rabu.

Dalam dialog yang berjudul Persimpangan di Zaman Edan, ia menggarisbawahi lepasnya pulau Sipadan Ligitan yang sekarang menjadi wilayah Malaysia dan bertambah luasnya wilayah Singapura gara-gara ekspor pasir dari Indonesia yang sekaligus melenyapkan pulau-pulau milik Indonesia. "Kemampuan kita menguasai teknologi di bawah negara-negara jiran ini. Ternyata mereka lebih dahulu bisa memanfaatkan akulturasi dan transisi budaya industri secara efektif sudah hampir merata dalam kehidupan, katanya sebagaimana dikutip Antara.

Negara-negara tetangga bukan hanya merebut wilayah fisik tapi juga sudah merambah ke beberapa kekayaan budaya dan kesenian lokal Indonesia. Ia mencontohkan pentas I La Galigo, kekayaan traditional etnik Bugis, Batik dari Jawa, angklung bambu Sunda, Kolontang Minahasa, Kesenian Dayak dan masih banyak lagi warisan budaya yang mulai terganggu kepemilikannya. "Saat ini dalam perang digital semua kekayaan warisan leluhur kita telah menjadi rancu siapa pemiliknya. Dalam waktu tidak lama lagi mungkin akan berpindah menjadi milik mereka," katanya.

Dalam ajang kompetisi global yang mengandalkan dunia teknologi informatika, katanya, Indonesia memang jauh tertinggal. Ironisnya semua fakta-fakta ini tidak banyak disadari oleh para petinggi dan penentu kebijakan di negeri ini karena ada beberapa faktor penyebabnya. Ia mengatakan, semua itu kemungkinan disebabkan selain sibuk mengejar kekuasaan politik juga keterbatasan anggaran pembangunan menyebabkan lemahnya perlindungan dan pelestarian warisan budaya. [A-14]

Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 6 September 2007

No comments: