Ubud, Kompas - Penyelenggaraan Ubud Writers and Readers Festival di Ubud, Bali, 25-30 September 2007, adalah bagian dari upaya panjang merebut perhatian dunia. Lewat kegiatan ini keberadaan sastra di Asia atau kawasan-kawasan lain yang selama ini kurang terdengar di dunia internasional bisa dijembatani.
"Selama ini masyarakat internasional lebih banyak mengenal karya-karya sastra dari dunia Barat. Padahal, belakangan telah ada perubahan. Muncul penulis-penulis yang berkonsentrasi kepada tempat asal mereka hidup dan menulis dengan sangat baik," ujar Kiran Desai dalam jumpa pers di Ubud, Selasa (25/9).
Kiran adalah salah satu peserta dan pembicara pada Ubud Writers and Readers Festival. Penulis berdarah India yang karyanya, The Inherintance of Loss, memenangi Man Booker Prize tahun 2006 untuk kategori fiksi itu merupakan penulis perempuan termuda yang pernah memenangi penghargaan tersebut.
Setelah mengunjungi berbagai festival sastra yang diadakan di Sri Lanka, Brasil, Hongkong, China, dan kini di Bali, Kiran sampai pada satu kesimpulan akan penting untuk menarik perhatian dunia internasional terhadap kesusastraan di luar tradisi Barat. Di dalam festival-festival itu, tambah Kiran, muncul diskusi dan perdebatan menarik yang tidak terekspos dalam wilayah kesusastraan Barat.
"Banyak karya yang sangat baik dan belum dibawa ke dunia. Sebagian dikarenakan belum diterjemahkan ke dalam bahasa di luar bahasa penulisnya. Karya-karya itu (lalu) seakan menjadi tidak ada. Padahal, tidak hanya Barat yang punya arti dan berharga," ujar Kiran.
Hal senada diungkapkan Nury Vittachi, penulis yang berdomisili di Hongkong. Dia mengatakan, Indonesia berpotensi untuk tampil dalam dunia sastra karena banyak penulis muda yang bermunculan. Penulis-penulis muda itu perlu diberikan kesempatan.
Tak banyak dikenal
"Selama ini karya-karya dari Asia jarang dikenal karena hanya sedikit yang diterbitkan atau dipublikasikan secara internasional. Dalam kesempatan ini, penulis-penulis dari berbagai negara dan penulis lokal dapat berinteraksi untuk merayakan sastra dan budayanya," ujarnya.
Nury sendiri punya pengalaman tidak menyenangkan ketika menerbitkan tulisan terkait Indonesia secara internasional. Penyebabnya, antara lain, hanya akibat ketidaktahuan orang terhadap Indonesia.
"Saya harus sungguh-sungguh menerangkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan wilayah dan jumlah penduduk sangat besar. Contoh kecil lainnya, tulisan saya pernah ditolak karena narasumber yang saya kutip tidak mempunyai nama belakang. Editor itu beranggapan saya tidak menuliskan nama narasumber dengan benar, padahal di Indonesia tidak semua orang punya nama belakang," ujarnya.
Penyelenggaraan Ubud Writers and Readers Festival kali ini memasuki tahun keempat. Pada tahun ini terdapat puluhan penulis luar dan dalam negeri yang akan mengisi lebih dari 95 sesi acara. Menurut Janet De Neefe, selaku direktur festival, forum ini sekaligus ingin memberikan kesempatan bagi para penulis muda Indonesia untuk tampil.
"Setelah beberapa kali diselenggarakan, Ubud Writers and Readers Festival jadi semacam batu loncatan untuk tampil di dunia internasional karena mereka semakin dikenali dalam pergaulan internasional," ujarnya.
Beberapa penulis Indonesia yang dijadwalkan hadir dalam kegiatan ini di antaranya Cok Sawitri, Ahmad Tohari, Dorothea Rosa Herliany, Warih Wisatsana, Ratna Indraswari Ibrahim, Marhalim Zaini, Julia Suryakusuma, dan Isbedy Stiawan. Adapun penulis luar, selain Kiran Desai dan Nury Vittachi, terdapat nama-nama seperti Shashi Tharoor (pengarang Australia yang banyak mendapat penghargaan), penulis cerita kriminal Richard Flanagan, dan Rana Dasgupta yang dikenal sebagai pembawa cerita dari India. (INE)
Sumber: Kompas, Rabu, 26 September 2007
No comments:
Post a Comment