Friday, September 14, 2007

Pers: Apresiasi Seni Media Massa Masih Rendah

[JAKARTA] Noorca M Massardi memberikan komentar menghentak soal kualitas jurnalis peliput seni. Ia juga secara langsung mengkritik rendahnya apresiasi media massa terhadap dunia seni.

Kritik itu dilontarkan penulis dan wartawan senior itu pada seminar Pendidikan Apresiasi Seni di Kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (10/9).

"Dari sepuluh jurnalis yang meliput budaya, hanya tiga di antaranya yang benar-benar memahami esensi liputan budaya. Tujuh jurnalis lainnya hanya mencari jalan aman dengan memberikan laporan tulisan secara jurnalistik. Hal ini membuktikan bahwa apresiasi seni di media sangat terbatas," ungkap Noorca.

Mantan jurnalis senior itu berpendapat, pengelola media massa hanya merasa berkewajiban menjadikan wilayah seni dalam medianya sebagai saluran untuk memuat karya seorang seniman.

Menurutnya, terbatasnya ruang yang terdapat di dalam media massa terutama media cetak seringkali membuat media massa menempatkan wilayah seni dalam peringkat terbawah sebagai wilayah yang kurang diminati pembaca.

Edi Sedyawati, pengajar Seni Pertunjukan Indonesia Kuno di Universitas Indonesia (UI) menambahkan, berkembangnya media dengan menampilkan film-film sinetron tanpa penyaringan secara tepat juga membuat minat penikmat media berkurang terhadap karya seni.

"Dulu banyak karya-karya film seperti Keluarga Cemara, Unyil yang berbau pendidikan dan sangat bermanfaat terutama bagi anak-anak. Kini semua tayangan itu tidak pernah ada lagi karena media tidak dapat melihat kebutuhan dan mengapresiasikan seni melalui pendidikan," tambah Edi.

Media massa terutama televisi sekarang cenderung mensegmentasikan arah penyiaran mereka pada tayangan-tayangan kekerasan, gosip hingga seks yang dapat dinikmati secara bebas. Tayangan-tayangan ini lebih bersifat menjual dan komersil sehingga lebih menguntungkan media massa terutama televisi.

"Masalah lainnya adalah keterbatasan media massa untuk merekrut orang yang dapat menghargai dan menilai seni secara baik dan benar. Kesulitan dalam jumlah sumber daya apresiator seni dalam media massa atau jurnalis terkadang menjadi hambatan yang membatasi penyiaran karya seniman dari luar yang karyanya dapat mendidik. Tidak mengherankan terkadang para apresiator dari media massa menyiasati apresiasinya menggunakkan laporan dengan pola karya jurnalistik," tambah Noorca.

Jurnalis juga terkadang tidak memasukkan opini atau kutipan dari nara sumber. Mereka hanya menyiarkan laporan secara lengkap dengan memasukkan bentuk 5 W + 1 H (apa, siapa, kapan, mengapa, di mana, dan bagaimana).

Kaidah Jurnalistik


Penyiaran karya cipta hanya disampaikan sebagai sebuah berita sesuai kaidah jurnalistik, tanpa melalui penilaian subjektif ataupun objektif dari apresiator di media massa sesuai ketentuan aktualitas, jarak, dan siapa yang menjadi nara sumber di dalamnya. Oleh karena itu, karya cipta seniman yang menjadi gambaran ekspresi kadang tidak dipahami secara baik dan benar oleh media massa.

Berdasarkan pengalamannya, Noorca mejelaskan bahwa kritik terhadap karya seni semakin berkurang bahkan mati. Hal ini terjadi akibat kekurangan penulis karya seni dan minimnya apresiator yang memiliki kualitas yang baik.

Menurut Noorca, ada tujuh jenis pembagian seni. Tujuh jenis tersebut diantaranya, sastra, teater, rupa, tari, suara, musik, film. Yang paling menarik dari ketujuh cabang seni tersebut menurut Noorca adalah film, karena film sendiri merupakan perpaduan enam cabang seni lain yang dapat ditampilkan dalam satu cabang seni.

"Jika hal ini terus terjadi, maka apresiasi terhadap karya seni akan mati dan tidak akan dapat dikembangkan secara baik," imbuh Noorca.

Padahal dalam Pasal 4 UU 32/2002 tentang Penyiaran dijelaskan, penyiaran adalah kegiatan komunikasi massa yang memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat sosial.

Dalam pasal dua dijelaskan, penyiaran memiliki fungsi ekonomi dan kebudaayaan. Semakin jelas terlihat dalam pasal lima, bahwa penyaran diarahkan untuk memajukan kebudayaan nasional. [MAR/A-14]

Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 14 September 2007

No comments: