Jakarta, Kompas - Pemikiran Tan Malaka, tokoh gerakan revolusioner antikolonialisme, merupakan bagian dari rantai sejarah pemikiran sosial di Indonesia. Sayangnya, ketokohan dan kepahlawanan Tan Malaka lebih tersohor di dunia internasional ketimbang di negeri sendiri.
Hal itu terungkap dalam diskusi peluncuran buku Tan Malaka dan Gerakan Kiri Minangkabau di Indonesia, Malaysia, dan Singapura karya Zulhasril Nasir, pengajar Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI di Kampus UI Depok, Senin (10/9).
Menurut antropolog Achmad Fedyani, salah satu pembahas, dalam gerakannya Tan Malaka cenderung tampil sebagai seorang praktisi gerakan. "Namun, jika kita mencoba memaknai pergerakannya, akan terlihat pemikiran-pemikirannya," ujarnya.
Zulhasril Nasir berpendapat, ajaran Tan Malaka bertumpu pada buku Madilog yang ditulis tahun 1942. Madilog (materialisme, dialektika, dan logika) merupakan cara berpikir dan pandangan hidup untuk menjawab persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat tanpa dogma.
Madilog dianggap hasil pemikiran terbaik Tan Malaka, paling orisinal, berbobot, dan brilian. Tan Malaka (wafat 1949) menganalisa nasib bangsanya yang malang, dan dari situ ia mencari jalan keluar dari nasib buruk itu. Dalam pandangan Tan Malaka, semua itu disebabkan feodalisme dan kolonialisme. Sebelum diperbudak dan dijajah oleh kaum kolonialis dengan sistem kapitalisnya, bangsa Indonesia mengalami perbudakan dengan sistem feodal mereka sendiri.
Tan Malaka menulis 27 buku, brosur, dan ratusan artikel di berbagai surat kabar Hindia Belanda. Gagasan-gagasan politik yang lahir dalam karyanya ditulis dalam tekanan politik dan sosial budaya terus-menerus. (INE)
Sumber: Kompas, Selasa, 11 September 2007
No comments:
Post a Comment