Mojokerto, Kompas - Warga Dusun Klinterejo, Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (20/1), melakukan penggalian sekaligus pemindahan peninggalan Majapahit yang ada di atas tanah mereka. Hal itu dilakukan karena tidak ada upaya penyelamatan serius yang dilakukan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jatim sekalipun temuan-temuan sejarah tersebut telah dilaporkan sejak tiga tahun lalu.
Dua warga Dusun Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Selasa (20/1), menunjukkan sumur kuno peninggalan Kerajaan Majapahit yang mereka temukan sekitar tiga tahun lalu. Warga akhirnya menggali dan menata sendiri peninggalan sejarah itu menyusul belum adanya respons dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim.(KOMPAS/INGKI RINALDI / Kompas Images)
Sekitar 20 warga desa sejak Selasa pagi menyiapkan sebuah mobil bak terbuka di lokasi yang berdekatan dengan Situs Klinterejo. Situs itu mengandung banyak peninggalan Kerajaan Mapajahit seperti sandaran arca, yoni, lumpang batu, jaladwara, balok batu, dan umpak batu. Mereka mengangkat sejumlah umpak batu ke mobil dan memindahkan umpak batu itu ke Situs Klinterejo yang dikenal pula sebagai petilasan Bhre Kahuripan atau Ratu Tribhuana Tunggadewi.
Selain umpak-umpak batu tersebut, warga juga membuka sejumlah sumur kuno yang ada di lokasi itu. Ada sekitar 10 sumur dengan diameter masing-masing 80 sentimeter. Selain itu, terdapat pula struktur batu bata yang kemungkinan bangunan tembok pada sisi barat tanah warga.
Kekecewaan warga
Kepala Dusun Klinterejo M Shofii (33) mengatakan, apa yang dilakukan warga adalah bentuk kekecewaan terhadap pemerintah yang mengabaikan peninggalan bersejarah itu. Ia menyatakan, jika memang pemerintah, dalam hal ini BP3 Jatim, menginginkan agar struktur dan peninggalan purbakala itu tetap lestari, harus ada kompensasi yang layak bagi warga.
”Soalnya kami juga menyewa tanah ini. Namun, yang jelas kami lakukan ini untuk menyelamatkan benda-benda cagar budaya peninggalan zaman dulu,” kata Shofii soal kondisi lahan yang saat ini digunakan untuk pembuatan batu bata tersebut.
Zainal Abidin, Sekretaris Desa Klinterejo, membenarkan bahwa tanah yang sekarang diusahakan warga dan berdekatan dengan Situs Klinterejo itu adalah tanah kas desa (TKD). ”Luasnya 2,5 hektar dan warga menyewa dengan harga Rp 25 juta setiap tiga tahun. Ini sudah masuk tahun keempat,” katanya.
Menurut Zainal dan Shofii, sejak lahan tersebut dipakai untuk pembuatan batu bata, warga sudah melaporkan soal temuan-temuan kuno yang diduga peninggalan Kerajaan Majapahit itu. Namun, karena ketiadaan respons pemerintah, dari sekitar 40 umpak batu besar yang pada tiga tahun lalu ditemukan warga kini hanya tinggal tersisa tidak lebih dari 15 buah umpak batu.
Demikian pula dengan kondisi sumur purbakala yang sekalipun masih utuh tetapi bagian atasnya sudah terkepras. Kerusakan paling parah terjadi pada struktur batu bata yang hancur akibat penggalian tanah guna bahan baku pembuatan batu bata.
Tiga anggota staf Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim yang datang ke lokasi begitu mengetahui aksi warga itu memastikan temuan tersebut adalah peninggalan zaman Majapahit.
”Kemungkinan ini adalah pendapa mengingat ada temuan umpak dan bekas genteng yang hancur,” kata Ning Suryati, arkeolog yang sehari-hari bertugas di bagian pemugaran BP3 Jatim.
Pada tahun 2002, di lokasi tersebut pernah dilakukan ekskavasi dengan menggunakan metode spit berupa penggalian pada titik-titik tertentu berjumlah sepuluh kotak. Namun, upaya ekskavasi awal tersebut tidak dilanjutkan. (INK)
Sumber: Kompas, Rabu, 21 Januari 2009
No comments:
Post a Comment