Monday, January 26, 2009

Inspirasi: Sutan Takdir Alisjahbana

PUBLIK sastra di Tanah Air tidak asing lagi dengan tokoh kelahiran Natal, Tapanuli Selatan, 11 Februari 1908 ini. Sutan Takdir Alisjahbana--yang lebih dikenal dengan sebutan STA--memiliki banyak predikat. Ia sastrawan angkatan Balai Pustaka, yang menulis novel dengan kesadaran dekonstruktif. STA menyumbangkan berbagai pemikiran dalam bidang humaniora. Ia juga penyair, filsuf, dan futurolog. STA termasuk salah satu cendekiawan Indonesia yang memiliki bidang kajian beragam.

STA wafat di Jakarta, 17 Juli 1994 dalam umur 86 tahun. STA menamatkan HKS di Bandung (1928), meraih Mr. dari Sekolah Tinggi di Jakarta (1942), dan menerima doktor honoris causa dari UI (1979) dan Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987).

STA pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930--1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933--1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947--1952), dan Konfrontasi (1954--1962).

Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA pernah menjadi anggota parlemen (1945--1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950--1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954--1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970--1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979--1994).

Novel-novel STA populer di Tanah Air, antara lain Tak Putus Dirundung Malang (1929), Dian Tak Kunjung Padam (1932), Layar Terkembang (novel, 1936), dan Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940), Kalah dan Menang (1978), dan Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 dan 1971). Puisi-puisi STA antara lain terangkum dalam Tebaran Mega (1935) dan Lagu Pemacu Ombak (1978). n DARI BERBAGAI SUMBER/P-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 25 Januari 2009

No comments: