Mojokerto, Kompas - Polisi mulai memanggil sejumlah orang untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan perusakan benda cagar budaya pada proyek pembangunan Pusat Informasi Majapahit atau PIM di Mojokerto, Jawa Timur. Namun, dua orang dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jatim yang sedianya diperiksa Senin (12/1) tidak datang memenuhi panggilan Polres Mojokerto.
Kepala Polres Mojokerto Ajun Komisaris Besar Tabana Bangun menjelaskan, pemanggilan beberapa orang untuk dimintai keterangan akan dilakukan secara berurutan. Ia menyebutkan, sejumlah orang di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim akan menjadi prioritas sementara untuk urutan pemanggilan.
”Kami tidak memiliki target jumlah, tergantung dari hasil pengembangan di lapangan,” kata Tabana.
Ia menyatakan, berdasarkan telaah awal terhadap lokasi kejadian, polisi belum bisa menyimpulkan apa pun. Adapun saat disinggung mengenai belum adanya izin mendirikan bangunan (IMB) terhadap proyek tersebut, Tabana mengisyaratkan bahwa penyelidikan akan pula diarahkan pada otoritas pemerintah daerah yang berwenang soal tersebut.
Bupati Mojokerto Suwandi pada hari yang sama menyatakan, ketiadaan IMB pada proyek pembangunan PIM kemungkinan disebabkan kealpaan pihak penggagas dan pembangun yang dalam hal ini adalah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. ”Mungkin mereka (Depbudpar) terdesak dengan waktu sehingga buru-buru atau mereka tidak tahu prosesnya harus bagaimana,” ujar Suwandi.
Menurut dia, yang menjadi sikap Pemkab Mojokerto selanjutnya adalah menunggu keputusan Depbudpar. ”Jika memang lokasinya dipindahkan, kami akan bicara dengan DPRD untuk lokasi lain,” ujarnya.
Suwandi menambahkan, untuk melihat secara rinci pokok soal pembangunan PIM, Pemkab Mojokerto juga masih kesulitan. Pasalnya, tidak ada satu pun pegawai BP3 Jatim yang hadir saat diundang rapat koordinasi pada hari Senin.
Kemarin, sejumlah anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto juga tampak mendatangi kembali lokasi pembangunan PIM dan melihat-lihat seputar proyek tersebut. Namun, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Rofiq Ripto Himawan enggan menjelaskan apa tujuan kedatangan kembali sejumlah anggotanya ke PIM.
Perlu UU Arsitek
Secara terpisah, Woerjantari K Soedarsono, arsitek dari Pusat Studi Urbain Desain Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, kasus dugaan perusakan benda cagar budaya terkait pembangunan PIM di Trowulan menjadi cerminan pentingnya pembuatan payung hukum, yaitu undang-undang arsitektur. Ini salah satunya untuk memperjelas tanggung jawab karya arsitektur.
Menurut dia, keberadaan undang-undang tersebut dapat pula memperjelas posisi arsitek. Selama ini, ketika terjadi polemik karya arsitek, biasanya sulit diselesaikan. Pertanggungjawabannya pun tidak jelas.
Karena tidak adanya payung hukum, ungkap Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Jawa Barat Pon S Purajatnika, pelaksanaan sertifikasi profesi arsitek pun diterapkan berbeda-beda di daerah. Tidak setiap pemerintah daerah melaksanakan sistem lisensi ini. Padahal, penerapan lisensi yang mengacu International Union of Architects ini turut pula mendorong pelaksanaan kode etik profesi arsitek. (INK/JON/BEN)
Sumber: Kompas, Selasa, 13 Januari 2009
No comments:
Post a Comment