"SESEORANG hanya dilahirkan di satu tempat. Namun, ia bisa mati berkali-kali di tempat lain: Di pengasingan, penjara, bahkan di negeri kelahiran yang telah diubah menjadi mimpi buruk oleh penjajahan dan penindasan. Puisi mengajarkan pada kita memelihara ilusi penuh pesona, bagaimana melahirkan diri kita sendiri berkali-kali dan menggunakan kata-kata untuk membangun dunia yang lebih baik; sebuah dunia bersifat fiksi yang memungkinkan kita menandatangani perjanjian perdamaian yang langgeng dan menyeluruh dengan kehidupan."
Ini adalah kata-kata Mahmoud Darwish, penyair Palestina, saat pidato penerimaan Prince Claus Awards tahun 2004.
Penyair kelahiran Birwa, di timur Acre, Galilee, 13 Maret 1941 ini memang tidak bisa lepas dari gelora Palestina. Bagi Darwish, Palestina bukanlah negeri yang dibayangkan. Palestina adalah ruh yang menghidupi tubuh dan semangat melawan zionisme Israel.
Wajar saja gelora perlawanan memenuhi jiwa Darwish. Sejak kecil, kekerasan begitu akrab dengan kehidupannya. Saat ia berusia 6 tahun, kampungnya dibombarbir tentara Israel. Darwish dan keluarganya melarikan diri ke Lebanon.
Meski Palestina tak lepas dari kekerasan, Darwish yakin suatu ketika bunga-bunga anyelir tumbuh dan kembang-kembang anyelir mekar di tanah kelahirannya. Harapan ini ia tuangkan dalam puisi berjudul I Have Witnessed the Massacre--dipublikasikan pertama kali di Beirut, 32 tahun lalu: Aku menjadi saksi pembantaian/Aku seorang korban dari peta buatan/Aku anak lelaki dari kata-kata tanpa hiasan/Aku melihat koral beterbangan/Aku melihat embun berubah jadi bom berjatuhan/Ketika mereka menutup pintu-pintu hatiku/Memasang barikade dan menetapkan jam malam/Hatiku berubah jadi lembah/Sulbiku menjelma batu/Dan bunga-bunga anyelir tumbuh/Dan kembang-kembang anyelir mekar.
Darwish meninggal dalam usia 67 tahun, persisnya pada 9 Agustus 2008, tiga hari setelah operasi bedah jantung di Memorial Hermann Hospital, Houston, Texas. Mahmoud Darwish menerima berbagai penghargaan, antara lain The Lotus Prize (1969); Lenin Peace Prize (1983); The Knight of the Order of Arts and Letters (1993); dan Prince Claus Awards (2004).
n DARI BERBAGAI SUMBER/P-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 18 Januari 2009
No comments:
Post a Comment