SEPERTI berkah, booming penulisan buku fiksi telah melambungkan nama sejumlah penulis hingga ke puncak sukses. Sebut tiga di antaranya, yaitu Andrea Hirata, Habiburrahman El Shirazy, dan ES Ito.
Sejumlah siswa SMA 3 Depok, Jawa Barat, sedang berdiskusi di lingkungan sekolah, Rabu (7/1) siang. Banyak siswa yang mulai tertarik menulis novel, cerpen, atau puisi sejak di bangku sekolah. KOMPAS/ILHAM KHOIRI / Kompas Images
Sebelum novel Laskar Pelangi dan film dengan judul yang sama meledak di pasaran, Andrea bukanlah siapa-siapa di dunia penulisan. Setidaknya, namanya belum dikenal luas. ”Sekarang saya seperti selebriti. Muncul di televisi dan koran-koran. Saya tidak pernah membayangkan semua ini,” ujar Andrea, Kamis (8/1).
Novel Laskar Pelangi bercerita tentang 10 anak miskin yang bersekolah SD dan SMP di Belitong. Novel ini dibingkai dengan problematika sosial di daerah pertambangan. Awalnya, kata Andrea, novel tersebut dia tulis sebagai hadiah untuk gurunya, Muslimah.
Belakangan novel tersebut laris manis dan terjual sekitar 1 juta kopi. Novel itu kemudian difilmkan dengan judul yang sama dan ditonton sekitar lima juta orang. Setelah Laskar Pelangi, Andrea menulis tiga buku lainnya, yakni Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
Hidup Andrea pun lantas berubah. Uang mengucur deras ke kantongnya. ”Produser film berani menawar novel saya hingga miliaran rupiah. Bahkan, mereka berani mengijon. Karyanya belum selesai, mereka sudah transfer uang ha-ha-ha,” ujar Andrea yang mulai menulis novel tiga tahun lalu.
Kesuksesan serupa dialami Habiburrahman alias Abik, penulis novel laris Ayat-ayat Cinta (AAC). Film yang dibuat berdasarkan novel ini pun laris dan ditonton sekitar 3,7 juta orang. Mengekor kesuksesan AAC, novel Abik lainnya, Ketika Cinta Bertasbih, juga akan difilmkan.
Novel AAC, menurut Abik, ditulis tahun 2003 setelah dia mengalami kecelakaan dan kakinya patah. ”Benar-benar penuh penghayatan. Selama 24 jam sehari saya menulis novel itu untuk menunjukkan kepada diri sendiri kalau saya bisa berbuat sesuatu saat kaki patah,” katanya.
AAC bukanlah buku Abik yang pertama. Abik yang menulis sejak duduk di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta ini pernah menulis kumpulan kisah, seperti Ketika Cinta Berbuah Surga dan Di Atas Sajadah Cinta. Kebanyakan bukunya memang bertema cinta dan Islam.
Nama ES Ito pun mulai dikenal luas setelah novelnya Rahasia Meede: Misteri Harta Karun VOC meledak di pasaran. Meski tak seheboh AAC dan Laskar Pelangi, novel Rahasia Meede telah dicetak ulang hingga empat kali dan laku sekitar 15.000 kopi.
Sejauh ini Ito baru menerbitkan dua novel berlatar sejarah, yakni Negara Kelima (2005) dan Rahasia Meede (2007). Saat ini Ito sedang menyusun buku ketiganya yang akan menceritakan sejarah perdagangan candu atau opium pada masa kolonial. (BSW/IVV/DHF/ONG)
Sumber: Kompas, Minggu, 11 Januari 2009
No comments:
Post a Comment