Sunday, January 04, 2009

[Jeda] Dua Sisi Harus Dibenahi

PENJELASJAHAN sejarah, seni dan budaya suatu masyarakat, ataupun bangsa, antara lain bisa dilakukan lewat museum. Fisik museum memang hanya menyimpan dan menyajikan benda-benda mati atau mahakarya purbakala sebagai saksi bisu keberadaan suatu masyarakat terdahulu. Akan tetapi, di balik benda tak bernyawa itu bisa didapatkan kisah-kisah kaya nuansa filosofis.

Di situlah arti penting museum sebagai jembatan antargenerasi, sumber informasi penting terpendam yang bisa dihidupkan kembali. Bahkan di era modern ini museum juga bisa difungsikan sebagai layanan edutainment.

Sayang, arti strategis itu belum dipahami sepenuhnya. Ada namun, seperti, tidak berguna. Berbeda dengan yang ada di negara-negara yang sudah mapan konstruksi peradabannya.

Sejauh mana kondisi permuseuman di Tanah Air dan bagaimana upaya-upaya 'pemberdayaan'-nya? Dirjen Sejarah dan Purbakala Depbudpar Hari Untoro Dradjat menuturkan kepada Media Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.

Fakta di lapangan menunjukkan kondisi permuseuman nasional masih jauh dari harapan. Bagaimana menurut Anda?

Memang, kita tidak menyangkal. Bahkan permuseuman nasional saat ini membutuhkan penyelamatan koleksi yang tidak banyak bertambah. Dari sinilah kita membutuhkan peran semua pihak, terutama masyarakat untuk peduli kepada museum. Seperti melaporkan temuan benda-benda purbakala dan bersedia menyerahkannya jika memang memilikinya.

Apa faktor dominan penyebab museum kita tertinggal?

Ada tiga hal mendasar yang harus dipenuhi untuk menguatkan keberadaan museum. Pertama, penyiapan SDM permuseuman yang saat ini dirasa masih lemah. Kita bekerja sama dengan perguruan tinggi, seperti UGM untuk membuka jurusan museumolog (S1) dan UI untuk jenjang S2. Penyebab kedua ialah rendahnya teknik penyajian atau manajemen museum yang belum modern, dan faktor terakhir ialah dorongan pendanaan yang minim.

Berbagai upaya sudah dicoba untuk mengangkat pamor museum, tapi hasilnya tidak optimal. Ada persepsi yang keliru?

Harga tiket masuk museum kita sangat murah. Ini dilematis, mau dinaikkan nanti dikomplain. Di satu sisi hal itu merupakan cerminan penghargaan terhadap museum. Bahkan kepada pihak sekolah sudah diterapkan 'wajib kunjung museum'. Hasilnya juga belum optimal untuk menumbuhkan sikap cinta museum. Jadi, sisi orang tua harus juga ditumbuhkan untuk menghargai museum.

Strategi seperti apa yang dibutuhkan?

Selain membenahi manajemen dan SDM permuseuman, yang perlu ditekankan adalah bagaimana menumbuhkan sikap 'kunjung museum' sebagai suatu kebutuhan. Saat ini masyarakat belum menganggap sebagai kebutuhan.

Kenapa hal itu sulit dilakukan?

Orang masih memandangnya di situ hanya terdapat benda-benda sejarah dan purbakala. Masyarakat belum sampai pada kesimpulan bahwa di museum mereka dapat mendapat informasi di balik benda-benda tentang kehidupan masa lampau yang membentuk kehidupan saat ini. Jadi, ada hal yang memikat sehingga orang bisa kembali mengunjungi museum. Di sinilah peran pemandu museum perlu ditingkatkan.

Ada yang berpendapat untuk menjadikan museum lebih memikat bisa dipadukan dengan unsur hiburan?

Konsep seperti itu sebenarnya juga sudah dikembangkan di negara-negara maju, dan hasilnya baik sekali. Jadi, orang berkunjung ke museum merasa tidak terbebani, tapi sekaligus mendapatkan unsur edukasi. Hal tersebut tergantung dari bagaimana pengelola mengemas sebuah museum lebih menarik dan membuat pengunjung penasaran.

Intinya servis. Di negara yang sudah baik pengelolaan museumnya, begitu pengunjung masuk sudah disediakan earphone, pemandu menjelaskan sejarah dan kejadian di balik benda-benda yang dipajang dengan menarik. Sebenarnya, koleksi museum kita tidak kalah jika dibandingkan dengan Museum Leiden di Belanda. (Saat menjelaskan hal ini, Hari sempat mengutarakan 'gemas juga' melihat perkembangan museum di Tanah Air)

Saat ini daerah berlomba-lomba mengajukan diri membuat museum daerah (berorientasi lokalitas). Bagaimana menurut Anda?

Sejak otonomi daerah pengelolaan museum sudah diserahkan kepada daerah, kecuali yang bernilai nasional. Adanya semangat di daerah melestarikan sejarah masyarakat dengan nilai-nilai lokalitas merupakan hal positif. Semangat itu akan lebih baik jika diimbangi dengan pengetahuan, manajemen, dan budgeting yang jelas.

Untuk itu saya mengusulkan, sebaiknya secara struktural dibentuk penilik kebudayaan di tiap-tiap daerah. Lembaga ini nantinya akan berperan menginventarisasi, menjaga pelestarian benda-benda bersejarah yang ada di museum, bahkan menjaganya agar tidak berpindah tangan ke pihak lain. (Sto/M-1)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 4 Januari 2008




No comments: