-- Muharyadi*
GUBERNUR Sumatera Barat H. Gamawan Fauzi Dahlan Dt. Rajo Nan Sati di sela-sela menyaksikan dan mengamati puluhan lukisan seniman Sumbar pada pameran dan peresmian “Genta Budaya Gallery”, di lantai 2 gedung Abdullah Kamil, jalan Diponegoro Padang, rabu lalu, menyatakan kekagumannya terhadap wilayah pergulatan dan penjelajahan kreatifvitas para pelukis yang mengangkat berbagai fenomena masyarakatnya dalam ranah citra estetis dan artistik tinggi.
Kekaguman Gubernur pada pameran bertema “Minang Progresif” dan diikuti 40 seniman tersebut, bukan tidak beralasan, mengingat Sumbar sejak era pra kemerdekaan, sesudah kemerdekaan, era 70-an, 80-an, 90-an bahkan hingga kini merupakan salah satu etalase dalam peta seni rupa – khususnya seni lukis — di tanah air, selain Jakarta, Yogyakarta dan Bali.
Indikator lain, dalam sejarah berdirinya Republik ini, Sumbar pernah melahirkan sejumlah tokoh penting yang kini tertulis dalam tinta emas baik tokoh agama, politik, ekonomi, sastra, seni dan budaya tidak terkecuali seni rupa – lebih khusus seni lukis — ditandai banyaknya karya-karya masterpiece yang lahir hingga mengharumkan Sumbar ditingkat nasional bahkan internasional. Diantara tokoh itu terdapat sederetan nama seperti Wakidi, Oesman Effendi (OE), Zaini, Nashar, Baharuddin MS, Ici Tarmizi, Montingo Busye, Syamsul Bahar, HB. DT. Tumbijo, Mukhtar Jaos dan beberapa nama lain yang mampu memberikan konstribusi dalam membentuk dan membangun seni lukis Indonesia.
Mereka dinilai teguh dalam pendirian, sikap dan idealisme berkesenian. Pikiran dan wilayah penjelajahan kreativitas seniman menjadi sesuatu yang hidup, bermatabat serta memuliakan manusia dan kebudayaannya
Dari sejarah itu serta mencermati apa yang terjadi saat ini, gubernur dihadapan puluhan seniman dan budayawan dan public seni yang menghadiri pameran ini berharap kepada semua pihak agar kesenian – seperti seni lukis – dapat diberdayakan secara totalitas dan bersinergi dengan cabang-cabang pembangunan lain dengan memberi ruang dan gerak serta rasa keadilan kepada para seniman, elemen kesenian, berbagai komunitas seni, galeri seni/sanggar seni, kantong-kantong kesenian, lembaga pendidikan seni sebagai kekuatan pembangunan yang pada gilirannya dapat menunjang sektor pariwisata, seni dan budaya Sumbar sebagai salah satu andalan pembangunan.
Kesenian selain memiliki nilai-nilai, juga mampu berperan menjadi industri kreatif di era persaingan global. Selama ini, kata Gubernur, kita hanya lebih memfokuskan masalah ekspor dan impor sebagai kekuatan sumber pendapatan daerah disamping sektor-sektor lain, sementara kesenian sebagai jati diri dan budaya daerah sebagai aset pembangunan menjadi terabaikan.
Museum Seni Rupa
Dalam kesempatan itu, gubernur selama lebih kurang dari 2,5 jam di arena pameran juga menuturkan perihal museum seni rupa yang dapat dijadikan icon dan nilai-nilai budaya sekaligus sebagai etalase pariwisata, seni dan budaya di Sumbar. Mengambil contoh sebagai ilustrasi gubernur mengambil sampel negeri Belanda yang terkenal dengan museum-museum seni yang ada disana, maka jika kita ingin mengunjungi museum disini tak cukup sehari dua untuk menyaksikan karya-karya terbaik yang ada di dalamnya.
Menanggapi Gamawan Fauzi, kita menjadi teringat perihal yang sama dan pernah dilontarkan para gubernur periode-periode sebelumnya sejak gubernur Harun Zain, Azwar Anas, Hasan Basri Durin hingga ke Zainal Bakar. Namun wacana pentingnya membangun museum seni rupa tenggelam begitu saja ditengah jalan dan tidak berkesudahan seiring berakhirnya jabatan gubernur.
Perihal perlunya museum seni rupa yang telah diperdebatkan sejak lama itu kembali mengapung kepermukaan. Bahkan harian pagi Padang Ekspres lebih 3 tahun silam pernah menggelar diskusi panel mengusung tema “Membangun Seni Rupa Masa Depan di Sumatera Barat” dengan panelis Gubernur dari DPRD Sumbar dan sejumlah panelis seperti Adrin Kahar, Phd, Drs. Muzni Ramanto, Dr. Ir. Agusli Taher, Drs.Adi Rozal, M.Si, Drs. Yasnur Asri, M.Pd dan dipandu Muharyadi yang intinya Sumbar perlu membangun museum jika kita tidak ingin kehilangan karya-karya terbaik hasil penjelajahan kretivitas seniman didasari pertimbangan Sumbar sebagai basis dan etalase seni rupa dan tujuan wisata di tanah air.
Dalam catatan dari berbagai sumber sejak beberapa tahun silam hingga kini, banyak karya-karya terbaik seniman Sumbar diboyong kolektor keluar negeri yang dijadikan ajang bisnis dan investasi meggiurkan diantaranya ke Singapura, Hongkong, China, Jepang bahkan Eropa. Saat ini kita mulai kesulitan melacak dimana berada karya-karya terbaik pelukis Nashar yang dikenal sebagai Van Goghnya Indonesia atau lukisan Zaini, Osman Effendi bahkan Wakidi sang maestro era Mooi Indie persisnya setelah Raden Saleh Bustamam?.
Karena itu sudah saatnya Sumbar membuat perhitungan matang dan mendalam terhadap konstribusi perkembangan daerah baik dari pembangunan fisik, non fisik maupun dari sudut finansial dan kultural yang dapat terukur secara digit. Kehadiran museum diantaranya menjawab konstribusi dimaksud.
Namun sesungguhnya membangun museum tentulah tidak semata dilihat dari besaran anggaran yang dibutuhkan serta insfratruktur yang diperlukan, tetapi juga harus dilihat dari perspektif, fungsi dan makna strategis yang diperankannya, baik sebagai ajang pusat studi dan kajian kesenian, media pembelajaran masyarakat, media pemberdayaan sosial, media penyelamatan karya serta yang tidak kalah pentingnya sebagai arena wisata seni dan budaya.
Mengutip pendapat orang bijak perihal museum diibaratkan menjadi tempat tidurnya karya seni dan tempat beristirahatnya pemikiran manusia dari hiruk pikuknya pekerjaan keduniawian. Datang ke museum menyaksikan karya yang terpajang pemikiran kita akan beristirahat dari rutinitas untuk berkelana ke alam yang penuh pesona dan indah serta mampu menenangkan tekanan yang menghimpit sebelumnya. Museum sesungguhnya juga dapat berperan sebagai istana hati dalam mencari kedamaian, ketenangan dan kenyamanan. ***
* Muharyadi, Pendidik, Kurator dan Jurnalis tinggal di Padang
Sumber: Padang Ekspres, Minggu, 18 Januari 2009
No comments:
Post a Comment