* Industri Bata Merah Mengancam Situs
DEPOK, KOMPAS - Di balik keseriusan pemerintah dan kalangan perguruan tinggi untuk melestarikan situs Majapahit di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, tindakan destruktif sebagian masyarakat berlangsung terus-menerus dan semakin meluas. Kondisi ini semakin menyulitkan upaya menyelamatkan situs.
Persoalan itu mengemuka dalam seminar ”Kajian Integratif Perlindungan dan Pengembangan Situs Kerajaan Majapahit di Trowulan” yang berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Depok, Senin (1/12). Kompas, yang sebelumnya mendatangi lokasi situs, juga menemukan banyaknya pembuatan bata merah oleh masyarakat yang dapat merusak kondisi situs.
Dalam seminar yang berlangsung di UI, tampil sebagai pembicara Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Budaya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Junus Satrio Atmodjo; Manajer Penelitian dan Pengabdian Masyarakat FIB UI Agus Aris Munandar; dan guru besar FIB UI, Mundardjito.
Junus Satrio Atmodjo mengatakan, situs Majapahit di Trowulan mengalami kerusakan sejak tahun 1990. Sedikitnya 5.000 keluarga menggantungkan hidupnya pada industri batu bata, yang bahan bakunya berasal dari galian tanah di sekitar situs Majapahit.
”Munculnya industri bata ini serius mengancam situs Majapahit. Di samping itu, upaya membuka lahan pertanian juga menjadi ancaman karena Trowulan cenderung sangat kering pada musim kemarau,” katanya.
Desakan kebutuhan hidup
Mundardjito yang mengemukakan hasil penelitiannya dengan kawan-kawan mengatakan, masyarakat terpaksa melakukan tindak destruktif di situs Trowulan karena desakan kebutuhan hidup yang begitu besar dan berlangsung terus-menerus.
Pertumbuhan industri bata yang memang telah mampu memenuhi kebutuhan dasar sebagian masyarakat ternyata tidak dapat dikendalikan dan izin untuk mendirikan industri bata itu juga tidak dapat dihentikan. Pencurian dan perdagangan benda purbakala sudah lama berlangsung tanpa dapat ditindak secara tegas.
Menurut Mundardjito, agar pembangunan kawasan Trowulan tidak menimbulkan dampak negatif, perlu segera ditetapkan secara hukum batas-batas kawasan dan batas-batas zona di dalam kawasan itu secara geografis, administratif, dan kultural sehingga jelas mana wilayah perlindungan dan mana wilayah pengembangan. Potensi lingkungan perlu dikaji dalam kaitannya dengan penggunaan lahan oleh masyarakat agar pelestarian situs dapat dicapai.
Agus Aris Munandar mengatakan, Majapahit adalah kerajaan bercorak kebudayaan Hindu- Buddha yang banyak meninggalkan jejaknya dalam perkembangan sejarah kebudayaan Indonesia. Kerajaan itu berkembang sekitar 200 tahun, mulai berdiri tahun 1293 dan diperkirakan runtuh tahun 1521 M.
”Banyak pencapaian peradaban masyarakat Majapahit lainnya yang belum terungkap secara baik atau bahkan belum disentuh sama sekali, misalnya tentang kehidupan maritim Kerajaan Majapahit, armada angkatan lautnya, bentuk perahu, soal logistik atau perbekalan, bandar-bandarnya di pantai utara Jawa Timur, dan aktivitas perdagangannya,” kata Agus. (NAL)
Sumber: Kompas, Selasa, 2 Desember 2008
1 comment:
turut berduka cita atas apa yg menimpa warisan sejarah bangsa kita.
dan turut berduka sita pula atas ketidakseriusan pemerintah menangani tindakan destruktif di Trowulan....
smoga msh ada yg mau peduli!
Post a Comment