Monday, December 22, 2008

Kebudayaan: Rumah Puisi Dipadati Kegiatan Kebudayaan

JAKARTA, KOMPAS - Selesai dibangun pertengahan Desember 2008, Rumah Puisi, pusat kebudayaan yang diprakarsai sastrawan Taufiq Ismail, bertempat di Nagari Aia Angek, Kabupaten Tanahdatar, Sumatera Barat, dipadati berbagai kegiatan kebudayaan. Kegiatan perdana pada Jumat (19/12) diawali khataman Al Quran oleh hafiz/hafizah Sumatera Barat. Pada Sabtu, silaturahim sastrawan yang berdomisili di Sumatera Barat.

Koordinator Pelaksana Rumah Puisi Ati Taufiq Ismail mengatakan, hingga 19 Januari 2009 agenda kegiatan di Rumah Puisi sudah penuh. Masyarakat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sangat antusias merespons keberadaan Rumah Puisi yang berada di kaki Gunung Singgalang dan Gunung Merapi ini. ”Kegiatan yang berskala nasional juga bisa digelar di Rumah Puisi yang berada tak jauh dari jalan raya Lintas Tengah Sumatera, jalur Padang Panjang-Bukittinggi,” kata Ati Taufiq Ismail, melalui telepon kepada Kompas di Jakarta, Minggu.

Sebelumnya, Taufiq Ismail menjelaskan, pembangunan Rumah Puisi dimulai pada 20 Februari 2008. Modal awal pembangunan (uang) dari perolehan hadiah sastra Habibie Award 2007 sebesar 25.000 dollar AS, setelah dipotong pajak menjadi Rp 200 juta. Ditambah dengan dana hasil penjualan empat jilid buku Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit setebal 2.996 halaman yang diluncurkan dalam rangka memperingati Taufiq Ismail 55 Tahun dalam Sastra Indonesia. Keinginan membangun Rumah Puisi membersit setelah selesai melaksanakan program Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra yang berlangsung di 12 kota dan diikuti oleh 1.800 guru.

Ketua Dewan Kesenian Sumatera Barat Harris Effendi Thahar secara terpisah mengatakan, kehadiran Rumah Puisi sangat positif untuk perkembangan intelektual dan perkembangan sastra sekaligus penulisan karya sastra di Indonesia. ”Geliat sastra ke depan akan semakin baik,” ujarnya. (NAL)

Sumber: Kompas, Senin, 22 Desember 2008

1 comment:

mencari islam said...

salam,

Maaf, saya tidak akan memberi comment untuk artikel di atas.

Saya cuma mau menyampaikan kesan saya tentang blog ini dan rumah puisi yang dibangun Pak Taufik. Kesan tersebut saya sampai dalam email untuk teman saya dalam kaitannya dengan web yang dia bikin dan rencananya untuk membangun surau di Rao-Rao Sumbar. Dia ingin pulang kampung, setelah merantau di Johor.

Berikut ini, email saya tersebut:

Assalamu'alaikum

Saya menemukan web/situs yang unik dan misterius. Ini dia.

http://cabiklunik.blogspot.com/2008/12/kebudayaan-rumah-puisi-dipadati.html.

Kerja dukumentasi yang butuh ketekunan dan keseriusan. Bekerja di ranah sepi. Jauh dari hirup pikuk gembyar tepukan dan saweran. Dan bisa dipastikan peminatnya pun terbatas. Mungkin karena itu, sampai sampai si pemiliknya pun tidak merasa perlu menampilkan diri. Niatnya hanya ingin berbagi dan memberi.

Yang pasti, dia meyakini bahwa pekerjaannya memang perlu dan bermakna. Tidak sia sia. Betapapun sederhananya. Dan bukan satu satunya. Banyak situs/lembaga lain mengerjakan hal serupa. Dia tampil memberikan pilihan. Untuk melayani. Ingin berbagai dan memberi. Mungkin hanya sebagai pelengkap. Tapi memang harus ada yang telaten menekuninya. Maka jadilah situs tak bertuan dan sunyi.

Situsnya tanpa ornamen dan asesoris. Desainnya sederhana sekali. Terkesan dingin. Dengan warna dasar coklat tanah. Tapi selalu datanya aktual. Ada semangat, dedikasi, dan tentunya juga dana, minimal untuk connect ke internet. Dia pake web, dengan blog gratisan. Mungkin karena dananya terbatas. Yang pasti dia punya stamina yang luar biasa. Menjaga kontinuitas, konsistensi (adwamuha) meski sepele dan tak seberapa.

Entah kenapa saya jadi teringat dan membandingkan dengan situs anda. http://www.yfap-raorao.org./
Situs tak bertuan, dan sederhana. Pemiliknya pun tidak mau/malu malu untuk tampil.

Samar tercium bau sufistik. Yang dingin di permukaan. Tak ada riak yang menampilkan aroma kedalaman ruang hatinya. Tapi cobalah tengokah ke dalam. Di sana ada gelegak yang menghentak dan meronta. Dahaga pencari cita yang merindukan Sang Kekasih. Tak ada lagi yang dia cari. Tak ada lagi yang dia pinta. Tak ada lagi yang dia harap. Bahkan tak ada lagi yang dia miliki. Baginya, semua adalah DIA. Sang Kekaksih yang kadang mendekat dan kadang menjauh.

Di lereng gunung Merapi, si pengelana itu pun menepi. Ia mulai membangun tenda. Dia ingin berteduh dibalik pepohonan. Di tepi hamparan tanah ladang yang terbentang. Dengan secawan asa dia ingin saling mengisi dan saling berbagi. Tak ada yang dia harap. Selain kehadiranNya untuk senantiasa bersama dalam halaqah beserta mereka yang sama sama mau ikut menepi. Menapaki ladang harapan akan Rahmat serta IlmuNya yang terhampar luas. Sejauh mata memandang. Berbatas langit yang tak bertepi.

Perjalalan masih panjang. Di sini, kita tengah menepi. Hanya sesaat.

Hehehe. saya ngelantur. Saya ikutin aja apa kata hati. Asal tulis.

Selamat tahun baru Hijriah. Semoga jadi awal kebangkitan anda dkk untuk membangun tenda peradaban, seperti ”rumah puisiny” Taufik Ismail. Selamat bernawaitu dengan bismillah.

Walah..... iya

Hehehe, jadi lupa dengan maksud semula untuk menampilkan situs misterius tersebut.
Saya mau bilang, karena diantara missi anda mau mengangkek batang tarandam, menghidupkan lembaga Surau, alangkah baiknya kalau situs anda dlengkapi dengan artikel atau tulisan tentang Surau dan Pendidikan Islam di Sumbar. Lebih asyik lagi kalau jadi semacam ajang diskusi antar pengunjung. Anda bisa undang teman2 kita untuk meramaikannya. Untuk ”hiburan” bisa juga disisipkan semacam humor sufi, pepatah petitih Minang dengan artinya, mahfudhat, dsb. Atau sekalian MP3 lagu2 dangdut, hehehe.

Sebaiknya artkel pilihan jangan di link ke situs asalnya. Tampilkan aja. Biar si pengunjung bertahan, gak lagi ke situs lain. Betah di sutus anda. Juga untuk memudahkan peminat. Tidak perlu lari/pindah ke situs rujukan. Bayangkan kalau dia aksesnya di warnet. Dia perlu waktu/proses membuka situs baru. Kasihan.

Hahaha, ini mau bikin Surau/lembaga pendidikan atau bikin Surau-Web atau Web-Surau.

Tapi yang jelas jangan anggap enteng/sepele Web untuk jadi ajang/media promosi/dalam arti dakwah. Potensinya masih terbuka untuk dieksploitasi.

Wassalam