Tuesday, December 16, 2008

Bahasa Indonesia Pasca-Soeharto Alami Perubahan

JAKARTA (Lampost): Bahasa Indonesia pascakepemimpinan Presiden Soeharto mengalami perubahan yang luar biasa, khususnya dapat terlihat dari pemakaian bahasa daerah dan bahasa asing non-Inggris pada ruang publik.

Prof. Dr. Mikihiro Moriyama, dosen Bahasa Indonesia pada Nanzan University di Nagoya, Jepang, mengemukakan pendapat tersebut dalam diskusi bertajuk Bahasa Indonesia pasca-Soeharto yang diselenggarakan Newseum Indonesia di Jakarta, Minggu (14-12) sore.

Menurut Prof. Moriyama, semasa Pemerintahan Orde Baru di Indonesia seperti terdapat pembagian, yaitu hanya bahasa Indonesia yang resmi digunakan untuk bahasa di ruang publik, sedangkan bahasa asing hanya bahasa Inggris.

"Tapi sekarang, di media massa, khususnya televisi, kita bisa mendengar berita dalam bahasa Jawa, Sunda, juga bahasa Mandarin. Padahal, semasa Orba bahasa Mandarin tidak diperkenankan digunakan di ruang publik," kata dia.

Untuk bahasa daerah, pada masa Orba pemakaiannya terbatas pada wilayah "aman" dalam arti tidak digunakan untuk pemakaian bahasa politik dan ideologi. Tapi hanya pada ranah budaya, seperti untuk pertunjukkan kesenian daerah.

Pergeseran munculnya bahasa daerah ke ruang publik secara lebih luas juga terjadi seiring dengan pertumbuhan Otonomi Daerah, tegasnya.

Prof. Moriyama juga mengemukakan bahwa bahasa Indonesia bukan saja mendapat tekanan dari daerah dengan menguatnya pemakaian bahasa daerah belaka, tetapi juga menghadapi tekanan globalisasi bahasa yang luar biasa, khususnya dari bahasa Inggris.

"Desakan bahasa Inggris ini bukan hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga negara-negara lain sehingga belakangan juga terjadi reaksi dari berbagai negara untuk "melawan" gejala tersebut," kata Moriyama yang kemudian tergerak melakukan penelitian mengenai apa yang disebutnya sebagai "imperialisme bahasa Inggris".

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Newseum Indonesia itu tampil pula Taufik Rahzen dari lembaga tersebut dan T.D. Asmadi, Ketua Forum Bahasa Media Massa (FBMM).

Taufik Rahzen mengemukakan dalam perkembangan mendatang, bangsa Indonesia sebaiknya lebih memperhatikan dan menampung pertumbuhan bahasa dari berbagai kelompok masyarakat, ketimbang sibuk membahas kosa kata lama.

"Bahasa adalah sesuatu yang kita sendiri menciptakannya, tumbuh dari berbagai bidang, etnis dan daerah. Pusat Bahasa seharusnya menampung munculnya kosa kata baru untuk memperkaya bahasa Indonesia," tegasnya.

Sementara itu, T.D. Asmadi antara lain memperhatikan pergeseran bahasa pasca-Soeharto, yaitu dengan dihapusnya sejumlah nama tempat dan ruang yang tadinya memakai bahasa Sansekerta menjadi bahasa Indonesia. Selain itu, juga kerancuan pemakaian bahasa Indonesia dan Inggris. n Ant/S-1

Sumber: Lampung Post, Selasa, 16 Desember 2008

No comments: