Saturday, December 06, 2008

Keanekaragaman Hayati: Deklarasi Ternate untuk Hormati Wallace

Jakarta, Kompas - Berbagai lapisan masyarakat melahirkan Deklarasi Ternate dari kegiatan Prasimposium Peringatan 150 Tahun Surat dari Ternate, Selasa (2/12) di Ternate, Maluku Utara. Isi deklarasi itu antara lain harus ada upaya penghormatan kepada Alfred Russel Wallace (1823-1913) yang membuahkan satu teori fenomenal di tingkat dunia, yang dikenal sebagai Teori Evolusi sejak 150 tahun silam.

Masyarakat itu terdiri atas tokoh lokal, ilmuwan, guru, wakil institusi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yayasan Wallacea, dan Pemerintah Kota Ternate. Rumusan Deklarasi Ternate dituangkan dalam enam poin, satu bagian penting di antaranya juga mengemukakan tuntutan berdirinya Pusat Observasi Alam Wallacea di Ternate.

”Dalam perjalanan sejarah, nama Wallace lambat laun dilupakan. Dengan demikian, dilupakan pula peran bumi Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang telah menginspirasi lahirnya Teori Evolusi serta nama Ternate tempat turunnya ilham pada diri Wallace,” kata Ketua Yayasan Wallacea Sangkot Marzuki, yang juga selaku Presiden AIPI.

Wallace merupakan naturalis dari Inggris yang menjelajah ke sejumlah pulau di Nusantara tahun 1854-1862. Pada 8 Januari 1865, pertama kali ia menjejakkan kakinya di Ternate dan di situ pula dalam keadaan terserang malaria sempat menulis surat kepada Charles Darwin di Inggris, disertai tulisan ilmiahnya berjudul On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type, yang berisi kecenderungan proses seleksi alam— bagian dari Teori Evolusi.

Kepala LIPI Umar Anggara Jenie mengatakan, sambutan hangat segenap lapisan masyarakat di Ternate atas peringatan itu harus ditindaklanjuti.

Deputi Bidang Keilmuan Hayati LIPI Endang Sukara mengatakan, alangkah baiknya satu di antara banyak pulau di sekitar Ternate atau Halmahera dipergunakan sebagai kebun biologi Wallacea. Gagasan ini mudah menjamin pelestarian. Salah satu peserta prasimposium, David Purmiasa dari lembaga Burung Indonesia sebagai Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia untuk wilayah program Halmahera, Maluku Utara, mengemukakan, saat ini masih kuat ancaman kerusakan hutan di kawasan Halmahera.

Lembaga Burung Indonesia pada 2007-2012 menjalin kontrak dengan Departemen Kehutanan sebagai mitra pengelolaan Taman Nasional Aketajawe-Lolobata di Halmahera seluas 162.000 hektar. (NAW)

Sumber: Kompas, Sabtu, 6 Desember 2008

No comments: