AKHIRNYA dunia pun mengakui bahwa Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki banyak sekali produk kreatif bernilai ekonomis dan inovatif. Ada batik, musik, perangkat seni angklung, hingga ukir-ukiran serta beragam bentuk tarian yang menarik.
Pengakuan itu diungkapkan sejumlah peserta dari beberapa negara yang mengikuti Second WIPO International Conference on Intellectual Property and The Creative Industries yang dilangsungkan di Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Rabu lalu. Konferensi yang dibuka oleh Menko Kesra Aburizal Bakrie itu diikuti para peserta dari 22 negara. Di antaranya Inggris, Australia, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, dan Filipina.
Seorang peserta dari Korea Selatan juga menilai Indonesia berpeluang menjadi negara paling dinamis dalam memberdayakan produk-produk kreatifnya. Negara-negara berkembang pun berpeluang meniru Indonesia jika negara ini berhasil mengelola dengan baik produk-produk budayanya.
"Karena itu, sejauh mana produk-produk budaya Indonesia bisa menjadi unggulan baru dalam perolehan devisa, lebih banyak bergantung pada usaha keras Pemerintah Indonesia sendiri. Namun, saya ingin mengingatkan bahwa industri kreatif yang mengandalkan produk-produk budaya bisa menyumbangkan sedikitnya 6 persen dari produk domestik bruto suatu negara.
Itu artinya, Indonesia punya peluang yang sangat besar menjadikan produk kreatif sebagai sumber devisa unggulan," ujar Michael Keplinger, Deputy Director General, Copyright and Related Right Sector, World Intellectual Property Organization (WIPO), di sela penutupan Second WIPO International Conference on Intellectual Property and The Creative Industries kemarin.
Menanggapi penuturan Michael Keplinger itu, Dirjen Pemasaran Depbudpar Sapta Nirwandar menegaskan bahwa hingga sejauh ini, Pemerintah Indonesia akan terus memperjuangkan hak paten sejumlah produk budaya, antara lain batik, angklung, dan beragam produk seni musik. Masyarakat kreatif di seluruh Indonesia juga diingatkan terus untuk mendaftarkan karya-karya kreatifnya ke Depkum HAM agar mendapat perlindungan hukum.
Sapta mengingatkan, produk budaya Indonesia selama ini tidak hanya menjadi pemanis dan daya tarik tersendiri di sejumlah lokasi pariwisata, tetapi lebih dari itu memiliki andil yang besar dalam menunjang laju pertumbuhan ekonomi nasional.
"Perhatikan saja, objek wisata di mana pun di Indonesia, jika tidak dilengkapi dengan beragam produk budaya yang dijual secara bebas sebagai cendera mata, akan menyebabkan lokasi wisata yang dikunjungi wisman dan wisnus menjadi sepi. Itu artinya, produk budaya memiliki keterkaitan dengan pariwisata. Karena itu, bersama instansi terkait lainnya, Depbudpar akan mensosialisasikan hasil-hasil konferensi mengenai WIPO itu ke seluruh daerah di Indonesia," ujar Sapta.
Direktur Kerja Sama dan Pengembangan pada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Depkum HAM, Ansori Sinungan, juga menambahkan, saat ini instansinya sudah menyerahkan ke DPR draf revisi UU Hak Cipta untuk Hak Paten, Desain, Hak Cipta dan Pengetahuan Tradisional. Jika draf revisi untuk empat bidang itu bisa segera ditetapkan DPR, maka mekanisme kerja Depkum HAM dalam memberikan pelayanan perlindungan hukum untuk masyarakat kreatif akan makin mudah dan lancar.
"Hingga kini kami masih tetap berharap masyarakat kreatif segera mendaftarkan karya ciptanya ke instansi terkait untuk mendapatkan perlindungan hukum. Jika produk kreatif masyarakat sudah didaftarkan dan mendapatkan kekuatan hukum, siapa pun yang membajaknya akan mendapat sanksi hukum. Keputusan itu tidak berlaku di Indonesia saja, tetapi sudah mendapat kesepakatan dengan negara lain yang ada di ASEAN, Asia Pasifik hingga negara-negara anggota WTO.
Karena itu, Ansori Sinungan mengingatkan masyarakat kita untuk menghormati ketentuan hukum mengenai hak cipta. "Produk kreatif berbasiskan budaya, milik siapa pun, jangan lagi dibajak. Praktik pembajakan itu akan berhadapan langsung dengan penjara," ujar pejabat kelahiran Metro, Lampung itu. (Ami Herman)
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 6 Desember 2008
No comments:
Post a Comment