Jakarta, Kompas - Sekolah perlu berinisiatif dalam mengembangkan perpustakaan sekolah dengan melibatkan semua unsur sekolah dan masyarakat. Untuk itu, sekolah jangan dibelenggu aturan-aturan birokrasi yang akan membuat sekolah takut membuat terobosan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, sekolah sebenarnya punya kewajiban menyediakan 5 persen dari anggaran belanja sekolah untuk mengembangkan koleksi perpustakaan. Namun, banyak sekolah yang tak berani melaksanakan hal itu karena belum ada petunjuk teknis dari pemerintah.
Pada UU Perpustakaan juga disebutkan, sekolah harus memanfaatkan perpustakaan untuk membudayakan gemar membaca di kalangan siswa. Dasarnya, tinggi rendah peradaban dan budaya bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki.
”Kebanyakan sekolah di Indonesia, terutama sekolah pemerintah, terdoktrin dengan aturan yang membelenggu mereka untuk berkembang. Sekolah kan punya otonomi, mengapa tidak mencari terobosan-terobosan untuk membuat sekolah jadi lebih baik?” kata Wien Muldian, Sekretaris Jenderal Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), di Jakarta, Minggu (3/4).
Wien mengatakan, sebenarnya, untuk berhasil mengembangkan perpustakaan sekolah secara massal, pemerintah pusat dan daerah yang seharusnya berada pada garis terdepan. Yang terjadi, perpustakaan belum dianggap penting sehingga belum diprioritaskan.
Wien menyayangkan contoh- contoh sekolah yang berinisiatif mengembangkan diri—termasuk dalam perpustakaan—sering kali tidak diduplikasi pemerintah setempat menjadi program massal. Contohnya, sekolah negeri di Bayat, Klaten, Jawa Tengah, yang bisa berkembang juga menjadi TBM.
”Perpustakaan sekolah berkembang tak hanya untuk siswa, tapi orangtua dan masyarakat. Ini karena sekolah mau bekerja sama dan terbuka untuk mengembangkan diri,” kata Wien.
Dari data Kementerian Pendidikan Nasional, hingga tahun 2011, ada 55,39 persen SD tanpa perpustakaan. Dari 143.437 SD, sebanyak 79.445 sekolah tanpa perpustakaan. Di SMP, 39,37 persen sekolah (13.588 dari 34.511 sekolah) tanpa perpustakaan.
Dana pemerintah
Ketua Kompartemen Promosi Buku dan Pengembangan Minat Baca Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Hikmat Kurnia mengatakan, sebenarnya pengadaan perpustakaan sekolah hingga pengembangan minat baca masyarakat tidak ada masalah karena ada alokasi dana pemerintah. ”Tapi, apa tepat sasaran? Sepertinya tidak pernah dievaluasi,” katanya.
Dalam pengadaan buku-buku untuk perpustakaan sekolah, misalnya, pemerintah lebih suka membuat proyek sendiri. Padahal, penerbit buku sudah membuat buku-buku yang diterima pasar hingga ada yang masuk kategori best seller.
”Dana-dana pemerintah itu tidak tahu ke mana larinya. Yang ada, justru sekolah memakai buku-buku yang diada-adakan karena proyek,” kata Hikmat.
Menurut dia, anak-anak Indonesia merasa berat dengan kegiatan membaca karena sejak awal membaca diasosiasikan dengan kegiatan serius. Sebab, perkenalan anak-anak Indonesia dengan buku umumnya buku-buku pelajaran.
”Harus ada perbaikan untuk membuat program secara terintegrasi. Ikapi menyatakan siap mengembangkan minat baca masyarakat. Namun, jika harus kerja sendiri, tentu tidak efektif,” ujar Hikmat.
Perlu dibantu
Soimah, pendiri TBM Mutiara Ilmu di kawasan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, mengatakan, sekolah-sekolah yang tak punya perpustakaan perlu dibantu. Lewat program perpustakaan keliling, misalnya, siswa tetap bisa dikenalkan untuk membaca.
Di Jakarta, mahasiswa Universitas Indonesia membantu sejumlah SD mengembangkan perpustakaan sehingga jadi tempat menyenangkan untuk belajar.
Sementara itu, Soimah sering datang ke sekolah-sekolah sambil membawa buku-buku koleksi taman bacaan yang didirikan di rumahnya. Inisiatif pribadi itu karena didorong keprihatinan bahwa banyak anak di pedesaan yang tidak bisa menikmati membaca buku.
”Sebenarnya, untuk membuat siswa suka membaca tidak mesti dari buku dulu. Dari kegiatan menarik seperti bercerita atau mendongeng juga bisa. Nanti sambil bilang semua ada di buku. Mereka (anak-anak) akan tertarik untuk membaca sendiri,” kata Soimah. (ELN)
Sumber: Kompas, Senin, 04 April 2011
No comments:
Post a Comment