Sunday, April 24, 2011

[Kehidupan] Jalan Spiritual di Kesibukan Kota

IBARAT organisme, kota selalu menyerap energi. Penduduknya seperti hidup dalam labirin yang membentur- benturkan tubuh mereka pada dinding kesibukan, kemacetan, dan akhirnya kelelahan....

Praktisi q-rak (quark, reiki, atomic, kundalini) menyalurkan energi kepada pasien di Klinik Ribung Herbal, Kompleks Ruko Patung Kuda, Grand Galaxi, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (20/4). (KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

Di mana energi itu didaur ulang agar seluruh aktivitas bisa berjalan kembali esok hari? Sebagian orang mencari jawaban dengan menyandarkan diri pada kekuatan spiritualisme yang ditawarkan yoga, meditasi, reiki, hipnosis, dan belakangan q-rak (quark, reiki, atomic, kundalini).

Model dan presenter cantik seperti Maudy Koesnaedi (36) bahkan mendalami meditasi sejak tahun 1994. Pada awalnya ia memang coba-coba saat mengikuti sang kakak. Ia belajar pada guru meditasi asal Bali, Merta Ada. Dalam meditasi, ”Saya mengerti seorang manusia itu pada hakikatnya seperti apa. Saya juga belajar memahami bahwa ketika seseorang berbuat baik dan selalu berpikir positif, akan menimbulkan kebahagiaan,” tutur mantan None Jakarta tahun 1993 ini.

Tak main-main, Maudy bahkan sering kali menjalani laku, yang disebutnya sebagai tapa brata. Laku ini mensyaratkan si pelaku berdiam diri dan menjalani vegetarian. Selesai melakukan tapa brata, kata Maudy, ia lebih berkonsentrasi dan nyaman dalam menjalani kehidupan. ”Rasanya mantap sekali...,” katanya.

Penggesek biola Maylaffayza (34) juga sudah cukup lama mendalami teknik holistic healing. Pertama kali ia belajar meditasi dari Bali Usada tahun 2005 yang dipimpin Merta Ada. Sejak itu, Fayza seperti tak henti menemukan guru dan berlatih meditasi, yoga, juga jin shin jyutsu sebagai teknik-teknik melakukan holistic healing.

Fayza mengaku menekuni secara serius holistic healing karena ia merasa hidupnya mesti diselaraskan. Tahun 2008 saat-saat awal ia memproduksi album sebagai solo violis, ia diserang berbagai penyakit, seperti mudah terkena flu, asma, banyak alergi, mudah demam, mag, tifus, dan berbagai fenomena sakit fisik lainnya. ”Itu saya alami selama dua tahun,” katanya.

Meditasi, menurut Fayza, meningkatkan kemampuannya untuk hidup berkesadaran. Dengan begitu, ia memiliki kesadaran terhadap diri sendiri dan lingkungan. ”Saya jadi sadar apa yang saya konsumsi untuk fisik dan batin saya,” ujarnya.

Dalam istilah Fayza, dengan meditasi, ia bisa membersihkan batinnya dari berbagai rongsokan emosional yang sudah lama tersimpan. ”Rongsokan emosional ini jika tidak dibersihkan akan bermanifestasi dalam bentuk sakit, baik secara mental maupun fisik,” lanjutnya.

”Booming”

Pemilik studio Bikram Yoga Jakarta, Mony Suriany, mengatakan, sejak dua tahun terakhir yoga seperti booming. Banyak orang berduyun-duyun belajar yoga, bahkan banyak sasana kebugaran menyertakan kelas-kelas yoga. Hal serupa diakui guru yoga di Iyengar Yoga Indonesia, Deddy Suhendar. ”Tiba-tiba banyak orang belajar yoga dengan motivasi ingin menjadi guru yoga,” kata Deddy.

Bisa jadi kecenderungan orang bergerak ke arah spiritualisme di kota ini juga dialami dengan meditasi, reiki, q-rak, bahkan hipnosis. Fenomena ini dibaca oleh sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet, sebagai tanda tekanan kompetisi hidup di kota semakin besar. Pada dasarnya, katanya, manusia membutuhkan spiritualitas. Namun, yang kini terjadi di Jakarta, fenomena ini tidak dilandasi atas pemahaman terhadap ideologi tentang yoga atau meditasi, misalnya.

Ideologi yang melandasi yoga atau meditasi tidak penting bagi masyarakat urban sekarang. ”Di tengah pengabaian akan ideologi itu, proses komodifikasi spiritualitas pun terjadi,” katanya.

Meskipun bergerak dalam spiritualisme permukaan, kata Robet, toh para penggelutnya tetap terpuaskan. ”Itu karena mereka memang bagian dari kelas masyarakat yang hidup nyaman,” katanya.

Booming hal-hal yang berbau spiritualitas kemudian mengalami proses komodifikasi ketika ditangkap oleh institusi bisnis seperti properti. Sebuah perumahan di kawasan Bintaro Jaya secepat kilat memasang papan reklame yang mencitrakan seorang ibu muda dengan dua anaknya sedang bermeditasi.

Thomas Judi Lesmono, anggota staf bagian promosi Bintaro Jaya, mengatakan, dengan pencitraan itu, mereka ingin mengesankan bahwa perumahan itu memiliki kenyamanan. Dan, ”Cara ini pas dengan sasaran konsumen yang berasal dari kelas premium, keluarga berusia 40 tahun,” kata Thomas.

Ilmu yang mengandalkan kekuatan linguistik seperti hipnosis juga dengan segera ditangkap oleh para ahli yang kemudian melahirkan sebutan neuro-linguistic programme (NLP). Saat Indonesia Hypnosis Summit 2011, Sabtu (16/4) di Jakarta, NLP mendapatkan porsi khusus. Ronny F Ronodirdjo, pakar NLP dari Synergi Lintas Batas, menjelaskan, minat orang terhadap NLP semakin meningkat. NLP memang kemudian digunakan sebagai wahana motivasi, menghilangkan fobia, memupus trauma, serta mempermudah belajar meditasi.

”NLP bisa membantu orang lebih percaya diri dalam berbicara, berdebat, atau berorasi,” ujar Ronny.

Sebagaimana disebut Robet, fenomena ini memang berbeda dengan ketika ”Generasi Bunga” Amerika Serikat yang jenuh perang beramai-ramai mengejar spiritualisme ke Timur. Mereka memang belajar sampai menyentuh sisi-sisi ideologi dari aliran seperti yoga di India.

Kini, pada masyarakat urban, ideologi itu tidak penting. Yang lebih penting adalah bisa mengakses kelas-kelas masyarakat kota yang mencitrakan hidup nyaman serta tidak ketinggalan mengikuti tren gaya hidup, kendati untuk itu harus dibayar dengan jumlah uang yang tidak kecil. (SF/WKM/IYA/ROW/CAN)

Sumber: Kompas, Minggu, 24 April 2011

No comments: