MAKASSAR, KOMPAS - Pementasan I La Galigo arahan sutradara Robert Wilson, akan dihelat di panggung terbuka Fort Rotterdam, Makassar, 22-24 April mendatang. Ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi tim untuk menata lampu dan suara di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu.
I La Galigo (ILG), hikayat penciptaan manusia di Sulawesi Selatan, sudah dipentaskan berkeliling dunia seperti ke Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, New York, dan Singapura sepanjang tahun 2003-2008. Di Indonesia, ILG sempat dipentaskan di Teater Tanah Airku, Jakarta, pada tahun 2005.
Pentas berdurasi 2,5 jam ini akan digelar di luar ruangan. ILG juga pernah digelar di luar ruangan saat di Lyon, Perancis. ”Amphiteater di Lyon sudah siap, sedangkan di Fort Rotterdam kami harus mulai dari nol,” ujar Giovanni Tomodok, manajer produksi pementasan ILG di Makassar, Sabtu (16/4).
Tim produksi membutuhkan 290.000 watt untuk pencahayaan, dan 100.000 watt untuk tata suara selama pementasan. Materi untuk panggung menggunakan bahan-bahan yang ada di Makassar, dan hanya kostum yang didatangkan dari Milan, Italia. Kondisi cuaca saat ini juga menjadi pertimbangan, karena beberapa hari terakhir Makassar diguyur hujan.
Tidak akan sama
Restu Kusumaningrum, produser ILG, menambahkan bahwa pementasan ILG di Makassar tentu tidak akan sama dengan pentas-pentas sebelumnya. Hal ini terkait dengan keterbatasan panggung. ”Kami memang tidak akan memindahkan Esplanade (Singapura) ke Makassar. Kami menyesuaikan dengan keadaan panggung di sini,” ujarnya.
Pementasan ILG yang diproduseri Change Performing Arts (Italia) dan Bali Purnati (Indonesia) tetap disutradarai Robert Wilson, dengan Rahayu Supanggah selaku penata musik. Untuk menggantikan Mak Coppong (Coppong Daeng Rannu) yang telah meninggal, tim produksi telah menemukan Mak Cinda, penari pakkarena asal Malino, Gowa, untuk menggantikannya.
Pementasan pada hari pertama, dikhususkan untuk para jurnalis dan 200 anak yatim-piatu. Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengatakan, hal ini dilakukan agar masyarakat terutama anak-anak juga bisa mengapresiasi hikayat penciptaan manusia di Sulawesi Selatan tersebut. (SIN)
Sumber: Kompas, Senin, 18 April 2011
No comments:
Post a Comment