Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa…
Inilah kisah tentang gadis peminta-minta yang hidup di belantara kota. Kisah yang digubah penyair Toto Sudarto Bachtiar dalam puisinya berjudul ”Gadis Peminta-minta”, Rabu (13/4) malam, tampil menjadi pembuka acara Konser #Koinsastra yang digelar di Bentara Budaya Jakarta.
Penyanyi Ayu Laksmi (kiri) berkolaborasi dengan pemain harpa Maya Hasan serta penari I Nyoman Sura dalam Konser #Koinsastra di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (13/4). Konser gratis yang digagas komunitas sastra peduli Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin ini menampilkan seniman musik dan tari, sastrawan, serta budayawan. Pada konser digalang pula sumbangan untuk membantu keberlangsungan hidup PDS HB Jassin. (KOMPAS/IWAN SETIYAWAN)
Karya Toto dilantunkan dalam bentuk nyanyian. Diiringi petikan gitar Arie Malibu, Reda Gaudiamo menyanyikan satu per satu bait puisi dengan suaranya yang bening melengking.
”Musik adalah salah satu cara untuk memperkenalkan sastra kepada generasi muda,” kata Ananda Sukarlan yang juga menjadi pengisi acara Konser #Koinsastra.
Konser #Koinsastra digelar sebagai bentuk keprihatinan masyarakat atas nasib Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Pusat dokumentasi sastra Indonesia (modern) terbesar di Asia ini semakin terpinggirkan karena kekurangan dana.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab atas PDS HB Jassin setiap tahun memangkas anggaran untuk pusat dokumentasi tersebut. Tanpa sepengetahuan publik, PDS HB Jassin tahun ini hanya akan mendapat anggaran Rp 50 juta dari Rp 1 miliar dana yang diperlukan.
Lebih dari 20 seniman yang terdiri dari penyanyi, penyair, dan musisi bergabung pada acara penggalangan dana ini. Mereka, antara lain, Dewa Budjana, Soimah Pancawati, Sujiwo Tedjo, Ananda Sukarlan, Ayu Laksmi, dan beberapa band indie. Mereka tampil tanpa dibayar.
”Saya bergabung dengan #Koinsastra, selain prihatin dengan kondisi kesusastraan di Indonesia, juga ingin mendekatkan musik klasik pada generasi muda,” kata Ananda Sukarlan, pianis yang sudah 23 tahun tinggal di Belanda dan Spanyol.
Menurut Ananda, musik klasik menjadi pintu untuk mengenal karya sastra. Musik klasik dunia berkembang dari karya sastrawan terkenal.
Malam itu Ananda menampilkan ”Rhapsody Nusantara” #3 yang merupakan kompilasi lagu ”Rasa Sayange” dan ”Sarinande”.
Maya Hasan, pemain harpa, malam itu berkolaborasi dengan Dwiki Dharmawan, Dewa Budjana, Ayu Laksmi, dan penyair Cok Savitri.
Keterlibatan Maya dengan Konser #Koinsastra lebih karena ia ingin berbuat sesuatu yang konkret untuk menyelamatkan sastra Indonesia. Di mata Maya, generasi muda mendatang boleh saja bergaya hidup modern, tetapi jangan melupakan akar budayanya. Dan, salah satu akar budaya itu adalah sastra.
”Tantangannya sekarang adalah bagaimana membawa sastra ke ranah generasi muda sekarang,” kata Maya.
Meski menampilkan alat musik harpa yang merupakan alat musik dari Yunani, Maya selalu berusaha menyajikan irama musik Indonesia dalam setiap karyanya. Dalam komposisi ”Rose of the East”, misalnya, Maya menciptakan lagu dengan ritme lagu ”Pakarena” dari Sulawesi Selatan.
”Saya juga memilih tampil dengan busana berciri khas Indonesia meski itu sudah dimodifikasi,” kata Maya. Malam itu ia tampil dengan kain dan kebaya Bali.
Ketua Dewan Pembina PDS HB Jassin Ajip Rosidi mengatakan, gerakan #Koinsastra merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap PDS HB Jassin. Beberapa minggu ini PDS HB Jassin kedatangan orangorang yang ingin menyumbang untuk menyelamatkan sekitar 50.000 dokumen sastra di pusat dokumentasi tersebut.
”Meski jumlahnya sedikit, itu bentuk dukungan yang menguatkan kami. Meski PDS HB Jassin tidak dianggap oleh pemerintah, ternyata sangat berarti bagi masyarakat” tutur Ajip.
Hampir satu bulan janji pemerintah untuk menggelontorkan dana Rp 1 miliar untuk PDS HB Jassin belum juga terealisasi. Sementara pemerintah hanya mengumbar janji, rakyat bergerak dengan kekuatannya sendiri.(Lusiana Indriasari)
Sumber: Kompas, Kamis, 14 April 2011
No comments:
Post a Comment