Depok, Kompas - Perasaan memiliki atau sense of belonging masyarakat terhadap kota atau daerah tempat tinggalnya mulai pudar. Warga masyarakat mulai kehilangan ikatan bahkan semakin terasing dari kota atau daerahnya. Ini tecermin dari mulai hilangnya partisipasi warga dalam pembangunan kota. Jika hal ini dibiarkan, solidaritas sosial akan hilang. Padahal, untuk membentuk kota perlu solidaritas sosial.
Hal itu mengemuka dalam simposium Sociology Summit 2011 ”Sociology for Sustainable Life” yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Senin (28/2), di Kampus UI Depok. ”Tanpa solidaritas sosial, akan muncul wilayah-wilayah permukiman yang eksklusif, seperti ghetto-ghetto. Masyarakat juga menjadi terkotak-kotak,” kata sosiolog dari FISIP UI, Robertus Robet.
Untuk mempertahankan solidaritas sosial dan rasa memiliki kota atau daerahnya, masyarakat harus mempunyai kekuatan untuk mendefinisikan sekaligus membangun kota yang diinginkan dan yang mencerminkan budaya masyarakat setempat.
Sosiolog dari FISIP UI, Ganda Upaya, menambahkan, kepentingan ekonomi dalam perencanaan pembangunan amat kental. Bagi teknokrat, pembangunan fisik menjadi simbol kehidupan modern. Namun, karena perencanaan pembangunan itu tidak berpihak pada masyarakat, maka masyarakat justru merasa tidak memiliki kota.
Untuk mengantisipasi berbagai persoalan sosial, Ganda menilai sosiolog bisa mengedukasi masyarakat untuk membuat perencanaan sosial. (LUK)
Sumber: Kompas, Selasa, 1 Maret 2011
No comments:
Post a Comment