Friday, March 11, 2011

SBI Salah Konsep

Jakarta, kompas - Terjadi salah konsep dalam pendirian sekolah bertaraf internasional di Jakarta dan daerah lain. Karena itu, yang terjadi bukan kemajuan kualitas pendidikan, tetapi terjadi diskriminasi pendidikan, penyediaan sarana yang berlebihan, dan model pendidikan yang keliru.

Demikian pokok persoalan yang mengemuka dalam simposium ”Sistem RSBI/SBI: Kebijakan dan Pelaksanaan” yang diselenggarakan British Council di Jakarta, Kamis (10/3).

Hermana Soemantri, dosen Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat, yang juga anggota Tim Perumus Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), menyatakan terkejut dengan perkembangan rintisan SBI yang jumlahnya mencapai 1.329 sekolah dalam waktu empat tahun terakhir. Namun, pendirian RSBI itu banyak yang melanggar panduan, misalnya kemampuan guru dalam berbahasa Inggris masih rendah tetapi dipaksa mengajar dalam bahasa Inggris.

Uang sekolah di RSBI juga sangat mahal sehingga menimbulkan diskriminasi pendidikan karena hanya siswa dari keluarga kaya yang sanggup membayar. Ketentuan kuota bagi siswa miskin juga banyak tak dipenuhi.

”Terjadi salah kaprah sehingga RSBI hanya status. Kualitas pendidikan justru masih jauh dari harapan,” katanya.

Hermana menambahkan, pada awal perencanaan, SBI itu bukan mengubah status sekolah yang sudah ada. ”Namun, sejak awal mendirikan SBI dengan kualitas pendidikan dan guru di atas standar yang ditetapkan,” ujarnya.

Konsep tak jelas

Hywel Coleman, konsultan pendidikan dari British Council dan pengajar di Universitas Leeds, Inggris, mengatakan, RSBI salah konsep sejak awal. Mestinya Indonesia menyiapkan siswa berwawasan internasional dengan bangga terhadap budaya bangsanya. ”Bukan dengan mengubah cara penyampaian pelajaran menggunakan bahasa Inggris,” kata Coleman.

Berdasarkan kajian serupa di Korea dan Thailand, penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah ternyata tidak efektif sehingga kemudian ditinggalkan.

Satria Dharma, Ketua Umum Guru Indonesia, mengatakan, Malaysia yang menjalankan program dan pembelajaran Matematika dan Sains dalam bahasa Inggris sejak tahun 2003 menilai program itu gagal dan dihapus.

Nilawati Hadisantosa, pengajar di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, mengatakan, pemerintah harus segera mengkaji dampak RSBI yang menimbulkan kesenjangan sosial. (ELN)

Sumber: Kompas, Jumat, 11 Maret 2011

No comments: