Wednesday, April 06, 2011

Tradisi: Lindungi Perkawinan Adat Samin

KUDUS, KOMPAS - Pemerintah perlu melindungi perkawinan adat masyarakat Samin atau Sedulur Sikep, pengikut Samin Surosentiko. Perkawinan adat Samin kerap mendatangkan kontroversi, dianggap tidak sah secara hukum, dan belum diakui penuh pemerintah.

Seruan itu mengemuka dalam bedah buku Nihilisme Peran Negara, Potret Perkawinan Samin di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Jawa Tengah, Selasa (5/4). Seminar dalam rangka Dies Natalis Ke-14 STAIN itu menghadirkan pembicara pengamat kebijakan publik Kudus, Zamhuri, serta penulis buku dan peneliti masyarakat Samin, Moch Rosyid.

Zamhuri mengatakan, masyarakat kerap menganggap masyarakat Samin sebagai sekelompok orang yang berperilaku menyimpang dari tatanan masyarakat pada umumnya. Anggapan itu berlaku pula pada perkawinan orang Samin yang dinilai tidak sah karena tak mencatatkan administrasi perkawinan ke pemerintah dan negara.

”Anggapan dan pandangan itu keliru. Masyarakat Samin justru hidup memegang nilai-nilai kehidupan, seperti tidak membenci sesama dan selalu menganggap setiap orang sebagai sedulur atau saudara,” katanya.

Menurut Zamhuri, pemerintah mengakui perkawinan adat Samin, sebagaimana pengakuan terhadap perkawinan penganut kepercayaan. Pengakuan itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Artinya, ujar Zamhuri, meski tak tercatat dalam administrasi kependudukan, secara hukum perkawinan orang Samin adalah sah karena dijamin UU. ”Saya berharap pemerintah benar-benar mengakui sepenuhnya perkawinan masyarakat Samin sehingga mereka dapat tercatat di administrasi kependudukan,” kata Zamhuri.

Kearifan lokal

Moch Rosyid mengemukakan, perkawinan adat Samin semestinya dilihat sebagai salah satu kekayaan kearifan lokal Indonesia sehingga perlu dilindungi.

Perkawinan orang Samin, seperti semangat perkawinan pada umumnya, menuntut pasangan yang menikah untuk setia sehidup semati, mempererat persaudaraan antarkeluarga, dan mendidik anak menjadi mulia.

Secara tidak langsung, perkawinan adat Samin yang ketat menjunjung kesetiaan mengkritik potret perkawinan dan kehidupan suami istri pada era sekarang ini. Pasangan hidup begitu mudahnya bercerai, menelantarkan anak, dan berselingkuh.

”Jangan sampai masyarakat Samin dan ajaran-ajarannya, terutama tentang perkawinan, hilang ditelan zaman akibat pandangan buruk masyarakat dan kebijakan pemerintah,” kata Moch Rosyid. (HEN)


Sumber: Kompas, Rabu, 6 April 2011

No comments: