Sunday, November 08, 2009

[Buku] Sentuhan Batin Seorang Anak

Judul : Masa Kanak-Kanak
Penulis : Jona Oberski
Penerjemah : Laurens Sipahelut
Penerbit : Pena Wormer, Jakarta, 2009
Tebal : x + 86 Halaman

DUNIA batin seseorang dapat berbicara tentang beragaman hal, baik hal personal-transendental, sosial dan budaya, bahkan politik sampai filsafat. Berbagai macam perasaan itu akan hadir "menyentuh" manakala terajut dalam cerita yang menyuguhkan berbagai kemungkinan; di sana dapat ditemukan kualitas cita rasa estetik dari realitas yang diolah lewat kemahiran berbahasa.

Seorang Jona Oberski sangat apik dalam menuangkan cerita masa kanak-kanaknya. Akan tetapi apa yang disajikan Jona sangat kontras dengan dunia anak pada umumnya, di mana sebuah masa kanak-kanak sebagai masa yang sangat menyenangkan, suatu masa yang sangat indah untuk dikenang. Justru apa yang ditampilkan Jona sebaliknya, ia menceritakan pengalaman masa kanak-kanaknya menjelang akhir Perang Dunia II. Terlahir pada 20 Maret 1938 di Amsterdam, kedua orang tuanya adalah pengungsi Yahudi dari Jerman.

Usia 3 sampai 8 tahun Jona kecil bersama orang tuanya hidup di dalam kamp konsentrasi Jerman, hingga akhirnya dalam kehidupan yang penuh dengan penderitaan kedua orang tuanya meninggal dunia. Tentu kebahagiaan dan kerukunan bocah laki-laki dalam kisah hidupnya berubah dengan tiba-tiba; dari kehidupan kanak-kanak yang penuh dengan kehangatan kasih-sayang kedua orang tua menjadi masa suram penuh konflik.

Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis dan masa depan anak. Perlakuan salah yang diterima anak sebagai "korban perang" harus dijalani oleh seorang anak dengan berbagai dampak dan ketakpastian. Masalah psikologis, dari trauma hingga merasa tidak berguna merupakan fakta yang menunjukkan pelanggaran terhadap perlakuan kepada anak.

Buku Masa Kanak-Kanak pun hadir di hadapan pembaca lebih merupakan sebuah buku yang bersifat autobiografi dengan menggunakan sudut-pandang dan bahasa seorang anak berusia 8 tahun, meski nama si aku lirik dari awal hingga akhir cerita tidak disebutkan, hal ini menurut Dr. Lilie Suratminto, selaku penulis pengantar dalam buku ini, penyajian Jona menggunakan bahasa anak usia 8 tahun, dengan kalimat pendek-pendek: Ibu berkata, aku berkata, aku berseru, aku berteriak, aku berujar, penuh dengan kepolosan tanpa pretensi dan apa adanya.

Beberapa catatan sebagai penagas dalam buku ini seperti ada sebuah kisah yang "melompat", di mana tidak dituliskan oleh Jona, di dalam masa-masa sulit dan sakit, apa yang terjadi selama dua minggu bocah kecil tersebut tertidur lelap. Apa pun yang terjadi pada dirinya selama itu misalnya pipis, lapar, dan lain-lain, tidak disadari. Hal ini disebabkan ibunya telah memberikan pil tidur kepadanya.

Sebagaimana novela, terlebih dalam bahasa anak-anak, pengkisahan Jona membuat emosi pembaca teraduk-aduk, kita membacanya menjadi gemas, geram, sedih dan haru semuanya menjadi satu dalam menyikapi situasi pada waktu itu. Keadaan demikian dapat menimbulkan traumatis bagi korban kekejaman yang masih hidup, yang telah ditinggalkan orang tua dan saudara-saudara yang dikasihinya.

Begitu tragisnya nasib yang dialami, ternyata hal ini juga berlaku pada Anne Frank, penulis buku harian yang masyhur itu pernah mendekam di kamp konsentrasi Westerbrok, yang dalam buku ini kamp konsentrasi Westerbrok dikisahkan Jona sebagai asal-mula ia merasakan getirnya masa kanak-kanak.

Tri Lestari Sustiyana, pembaca sastra, guru SMPN 3 Jatiagung, Lampung Selatan

Sumber: Lampung Post, Minggu, 8 November 2009

No comments: