Saturday, April 10, 2010

Memori: Lupa, Demensia, dan Amnesia

-- Indira Permanasari


SURAT keterangan dokter terkait Nunun Nurbaeti Daradjatun yang berkali-kali alpa datang ke persidangan kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Miranda Goeltom segera menarik perhatian. Betapa tidak?

Dalam surat keterangan itu disebutkan, perempuan tokoh kunci kasus itu menderita penyakit lupa berat. Belakangan, jawaban ”lupa” dari saksi kasus-kasus korupsi kerap membuat hakim jengkel.

Dalam kehidupan sehari-hari, melupakan sesuatu dianggap hal biasa. Lupa nama seseorang yang menyapa kita di jalan, lupa di mana menaruh kunci, atau lupa apa yang baru saja hendak dikerjakan. Namun, ternyata persoalan lupa tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Sebaliknya, sungguh rumit, sekompleks sistem otak manusia.

Fungsi dasar otak, antara lain melihat, merasa, meraba, bergerak, keseimbangan, mendengar, dan pengaturan fungsi organ tubuh. Adapun fungsi luhur otak mencakup intelektual kognitif, ingatan, perilaku, dan emosi. Otak memiliki sekitar 100 miliar sel dengan kecepatan berkembang neuron atau sel otak 50.000-100.000 per detik. Sebagiannya akan mati. Sel-sel mengatur diri menjadi kluster. Kluster yang rapat disebut modul, sedang kluster yang menjalin hubungan komunikasi dengan modul lain disebut sirkuit.

Spesialis saraf sekaligus Koordinator Klinik Memori di Siloam Hospitals Lippo Karawaci, Rocksy Fransisca, mengatakan, fungsi memori terdapat dalam hipokampus, komponen fungsional sistem limbik.

Hipokampus memegang peranan penting dalam menghubungkan dan sebaliknya mengirimkan informasi ke hipotalamus guna membantu mengatur informasi yang akan dipelajari. Jika hipokampus mengalami kerusakan, seseorang sulit menyimpan informasi baru. Tidak berarti fungsi ingatan berada di titik tertentu

lantaran sistem otak berbentuk sirkuit. ”Jika bagian lain terganggu, ingatan ikut terganggu,” ujarnya.

Penyebab lupa

Penurunan daya ingat disebabkan banyak faktor, antara lain gangguan organik di otak, tekanan psikologis, dan gangguan lain (gula dan oksigen).

Kerusakan fungsi memori organik disebabkan antara lain, ada penyakit di otak akibat stroke, infeksi, tumor, dan degeneratif (penurunan kondisi) sehingga ada kerusakan di otak. Akibatnya, fungsi otak terganggu, terutama ingatan. Umumnya, yang pertama kali terganggu ialah ingatan jangka pendek.

Gangguan fungsi kognitif, demensia, misalnya, dapat disebabkan alzheimer yang dikenal sebagai demensia alzheimer. Penurunan fungsi itu dapat pula diakibatkan gangguan pembuluh darah otak (demensia vaskular) di antaranya stroke, sumbatan kecil pada pembuluh darah otak yang meluas sehingga banyak sel-sel otak yang mati.

Demensia merupakan gangguan fungsi kognitif menyeluruh otak yang ditandai antara lain dengan gangguan fungsi memori. Biasanya diawali dengan memori jangka pendek lalu diikuti ingatan jangka menengah dan panjang. Kondisi itu disertai satu atau lebih gangguan fungsi kognitif lain: kemampuan berbahasa, orientasi, bertindak secara berencana, berhitung, dan pengenalan benda. Demensia bersifat progresif dan ingatan sulit dikembalikan. ”Ketika seseorang terkena stroke, fungsi otak, termasuk ingatan, ada yang terganggu. Bisa saja fungsi ingatan jangka pendek, jangka panjang, atau bahkan keduanya,” ujarnya.

Akibat benturan

Berbeda dengan demensia, amnesia paling banyak diakibatkan benturan atau guncangan terhadap otak. Amnesia bersifat sementara dan selektif. Umumnya, seseorang yang amnesia hanya lupa pada periode tertentu.

Rocksy mengatakan, berbagai penyakit lain, seperti hipertensi dan diabetes secara terus-menerus secara tidak langsung memengaruhi memori. Penyakit yang terutama dipicu gaya hidup tidak sehat tersebut lalu menjadi faktor risiko terjadinya gangguan lain, seperti demensia.

Memori terkait pula dengan kondisi psikis. Psikiater Nalini Muhdi Agung dari RS Dr Sutomo dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya mengatakan, ingatan berkaitan erat dengan emosi dan persepsi.

Trauma kejiwaan yang amat berbekas, misalnya pada korban pemerkosaan, akan timbul represi terhadap ingatan akan kejadian itu. Ingatan itu ditekan ke alam bawah sadar sebagai mekanisme pertahanan ego. Lantas, bisakah manusia memilih apa yang ingin diingat atau dilupakannya?

”Peristiwa, kesan, atau informasi yang disukai, lebih mudah diingat. Informasi atau peristiwa yang tidak disukai dapat diblok oleh alam bawah sadar. Persepsi bahwa sebuah informasi tidak penting membuat orang mengingatnya sesaat,” ujar Nalini.

Ingatan seseorang terhadap sesuatu juga bergantung pada cara pencatatan terhadap informasi yang diterima serta pemanggilannya. Kecerdasan seseorang juga sangat berpengaruh.

”Lupa berat”

Begitu mendengar kata ”penyakit lupa berat” Nalini dan Rocksy sempat terbingung-bingung. Nalini berpendapat, diagnostik dari seorang ahli hendaknya menggunakan bahasa ilmiah yang dapat dipahami.

Pusing, misalnya, bisa saja mengarah ke berbagai penyakit, mulai dari vertigo sampai migrain. Saat hanya disebutkan ”penyakit lupa berat” tentu akan menimbulkan pertanyaan, penyakit lupa seperti apa.

Di samping itu, tes untuk menegakkan diagnosis harus sesuai.

Magnetic resonance image (MRI) biasanya lebih digunakan untuk melihat adanya kerusakan pada otak. Seberapa berat penurunan fungsi memori sendiri tidak dapat dideteksi dengan alat itu.

Rocksy mengatakan, telah tersedia cukup banyak alat tes dan skrining untuk mengukur fungsi ingatan. Tes fungsi ingatan yang sederhana, misalnya, pasien diminta membaca sepuluh kata dalam sepuluh detik. Beberapa saat kemudian ditanyakan kembali apakah masih mengingat bacaan tersebut.

Jadi, berhati-hatilah jika mulai sering berkata, ”Ah... sudah lupa, tuh...”.

Sumber: Kompas, Sabtu, 10 April 2010

No comments: