Jakarta, Kompas - Pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dana bantuan langsung atau block grant yang telah diberikan kepada rintisan sekolah bertaraf internasional atau RSBI. Kucuran dana telah dilakukan sejak lima tahun lalu.
Hingga tahun 2009, Kementerian Pendidikan Nasional telah memberikan kucuran dana kepada 320 SMA, 118 SMK, 300 SMP, dan 136 SD yang tersebar di 481 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
”Akan ada evaluasi pada tahun 2010/2011 karena pemberian dana bantuan untuk SMP memang selama empat tahun dan SMA lima tahun,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, Kamis (29/4) di Jakarta.
Untuk tingkat SMP, dana bantuan setiap sekolah Rp 400 juta pada tahun 2007 dan Rp 300 juta untuk setiap sekolah pada tahun 2008-2010. Sementara itu, untuk tingkat SMA, dana bantuan yang diberikan Rp 300 juta setiap tahunnya dari tahun 2006 hingga 2008. Untuk tahun 2009-2010, dana yang diberikan Rp 300 juta-Rp 600 juta per tahun untuk setiap sekolah.
Bisa kembali ke reguler
Menurut Mendiknas, evaluasi RSBI itu akan dilakukan secara menyeluruh dan melihat apakah semua ketentuan telah dipenuhi. ”Apabila, misalnya, RSBI itu tidak mencapai target yang telah ditentukan, sangat mungkin RSBI itu dikembalikan statusnya menjadi sekolah reguler. Sebaliknya, jika telah terpenuhi, statusnya akan langsung berubah menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI),” kata Nuh.
Apabila sekolah itu berubah status menjadi SBI, dana bantuan otomatis dihentikan. Pertimbangannya, sekolah diharapkan bisa membiayai sendiri setelah selama 4 dan 5 tahun mendapatkan bantuan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas belajar mengajar lain yang dibutuhkan.
Nuh mengingatkan, RSBI dan SBI harus memenuhi empat komponen, yaitu infrastruktur yang memadai, memiliki guru yang berkualitas, kurikulum sesuai dengan pembelajaran, dan manajemen yang baik.
”Ada syarat menjadi SBI, kualitasnya harus minimal di atas rata-rata standar nasional. Jika tidak, berarti SBI itu hanya jualan nama. SBI harus memiliki sister school dengan sekolah yang ada di luar negeri karena itu konsep dasarnya,” kata Nuh.
Sayangnya, kata Nuh, pengertian definisi ”internasional” kadang-kadang direduksi menjadi penggunaan kata-kata berbahasa Inggris di lingkungan sekolah atau dalam penyampaian materi pelajaran.
”Apa harus selalu memakai bahasa Inggris? Tidak. Tergantung sekolah itu mau memakai standar di negara mana. Kalau SBI-nya sekolah keagamaan, bisa pakai bahasa Arab. Atau bisa juga pakai bahasa Jepang,” ujarnya.
Yang paling penting sebenarnya jangan sampai RSBI atau SBI justru memunculkan eksklusivitas dan terkesan elite dengan hanya menerima calon siswa yang memiliki kemampuan finansial yang kuat.
Secara terpisah, Budi Susetiyo, dosen Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, yang melakukan studi pengembangan kriteria sekolah standar, mandiri, dan berstandar internasional, mengatakan, kualitas RSBI perlu dipertanyakan.
”Bagi sekolah negeri, label RSBI bisa jadi alasan untuk memungut dana lebih dari masyarakat karena butuh untuk mengembangkan sekolah,” ujar Budi. (LUK/ELN)
Sumber: Kompas, Jumat, 30 April 2010
No comments:
Post a Comment