Yogyakarta, Kompas - Karnaval Kebhinnekaan diikuti berbagai komunitas agama dan budaya, antara lain Tionghoa, Papua, Jawa, Melayu, dan Dayak, digelar untuk memeriahkan peringatan 100 hari wafatnya KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di Yogyakarta, Sabtu (10/4). Karnaval di sepanjang Jalan Malioboro itu berlangsung meriah dengan peserta lebih dari 3.000 orang.
Ketua Panitia Karnaval Munir Che Anam mengatakan, karnaval sengaja digelar untuk umat non-Muslim yang juga ingin memperingati wafatnya Gus Dur. Acara yang diselenggarakan Kaum Muda Nahdlatul Ulama (NU) Daerah Istimewa Yogyakarta itu juga mendapat dukungan penuh dari komunitas Tionghoa se-Yogyakarta yang tergabung dalam Fu-Qing Yogyakarta. Kerja sama itu menjadi bentuk kerukunan di atas keberagaman yang selalu dipelihara Gus Dur.
Rangkaian peringatan 100 hari wafatnya Gus Dur digelar dengan tujuan mengangkat kembali nilai-nilai kerukunan dalam kemajemukan yang selalu diperjuangkan oleh mantan presiden itu. Hal ini dinilai penting untuk keutuhan dan integrasi bangsa.
”Terbukti selama hidupnya Gus Dur mampu melindungi semua kelompok, baik minoritas maupun mayoritas,” ujar Munir.
Menurut Ketua Perhimpunan Fu-Qing Yogyakarta Sutanto Sutandyo, warga Tionghoa di Yogyakarta terlibat penuh dalam kegiatan itu karena alasan historis. Jasa Gus Dur-lah yang merangkul warga Tionghoa sehingga mereka tidak lagi merasa dan menerima perlakuan yang diskriminatif.
Namun, setelah karnaval, peringatan 100 hari wafatnya Gus Dur di Alun-Alun Utara Yogyakarta sepi pengunjung karena hujan deras yang mengguyur sejak sore. Acara yang seharusnya dimulai pukul 19.00 itu tertunda sekitar dua jam.
Dari sekitar 10.000 undangan yang disebar, jumlah pengunjung yang hadir pada acara tahlilan dan gelar seni budaya itu hanya ratusan orang. Alun-Alun Utara yang telah disiapkan untuk menampung 10.000 hadirin pun sepi. Sejumlah peserta yang hadir tampak memilih berteduh di tenda besar yang disediakan untuk tamu khusus.
Munir mengatakan, undangan disebar ke lebih dari 200 pondok pesantren, komunitas seni dan budaya, serta seluruh cabang NU di DI Yogyakarta. ”Sebenarnya jika tidak hujan kami optimistis lebih dari 10.000 orang bisa datang karena semua kaum nahdliyin (warga NU) diimbau hadir,” kata Munir.
Acara bertemakan ”Memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Memperkuat Integrasi Bangsa Indonesia” itu juga tidak dihadiri Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X yang seharusnya memberi sambutan. Selain tahlilan yang menjadi pokok acara, kegiatan diisi pertunjukan seni, antara lain tarian dari Aceh dan Dayak.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, seperti dilaporkan LKBN Antara, menyatakan, Pemerintah Provinsi Jatim menyiapkan dana Rp 12 miliar untuk menata kawasan wisata religi di makam Gus Dur di Kabupaten Jombang. (ire)
Sumber: Kompas, Minggu, 11 April 2010
No comments:
Post a Comment