-- Bandung Mawardi
BEN Anderson dalam esai Religion and Politics in Indonesia since Independence (1975) menulis bahwa sedikit sekali kaum akademisi yang mengetahui tentang Nahdlatul Ulama (NU) karena disertasi doktor tentang NU belum pernah ditulis. Anderson juga meragukan bakal segera ada pembuatan disertasi NU kendati NU merupakan kekuatan sosial, kultural, keagamaan, dan politik sangat berpengaruh di Indonesia (Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, 1982). Keraguan Anderson memang mengusik jika menilik kelahiran dan peran NU di Indonesia sejak 1926.
Jawaban kecil diberikan Choirul Anam dengan publikasi buku Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (1985). Buku tersebut diangkat dari skripsi ketika penulis merampungkan studi di IAIN Surabaya. Buku itu menjadi tonggak awal untuk limpahan produksi buku tentang NU sampai hari ini. Anderson tentu takjub dan publik mungkin tak menyangka, bakal ada antusiasme penulisan buku tentang NU dari pelbagai perspektif.
H M. Hasjim Latief (ketua NU Wilayah Jawa Timur) dalam kata sambutan menilai, "Tulisan Choirul Anam ini adalah yang terlengkap di antara buku-buku yang telah beredar." Anam sendiri menyebutkan, ada sedikit buku yang mau mengulas NU, tapi kadang mengandung salah, bias, atau malah mengecilkan makna dan peran NU: Ensiklopedi Umum (1977) oleh Pringgodigdo (editor), Mencari Ulama Pewaris Nabi (1980) oleh Umar Hasyim, Kemelut NU: Antara Ulama dan Politisi (1982) oleh Haji Abdul Basit Adnan, dan Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (1980) oleh Deliar Noer.
Masa lalu dan keraguan Anderson mendapati jawaban menakjubkan sejak era 1990-an dengan publikasi ratusan buku tentang NU. Kajian politik, sufi, keintelektualan, nasionalisme, antropologi, atau sosiologi tentang NU disajikan kepada publik agar mengenali intim progresivitas NU. Muktamar NU XXXII/2010 di Makassar yang baru saja berakhir pantas diramaikan dengan "musyawarah" buku tentang NU.
Buku-buku tentang NU jangan sekadar dijajakan di bazar buku, tapi mesti dijadikan modal untuk mencari terang dan gelap atau pasang surut NU selama ini dan memikirkan NU untuk masa depan. Barangkali tak ada saingan atas produksi buku tentang NU dari organisasi atau institusi lain. Fakta tersebut mencengangkan, tapi menandakan adanya gairah literasi dari kalangan NU dan para pengamat NU.
Buku terbaru tentang NU, NU untuk Siapa? Pikiran-Pikiran Reflektif untuk Muktamar NU Ke-32 (2010) garapan Prof Dr H Ali Maschan Moesa MSi, sengaja terbit untuk ikut menebar opini dan memicu pemikiran mengenai nasib NU. Jejak sejarah NU dan kemungkinan meletakkan diri dalam pembayangan masa depan menjadi perkara substansial. Buku itu juga bakal lekas diikuti buku-buku lain sebagai realisasi perayaan NU sebagai bab penting dalam biografi Indonesia. Suguhan buku mengajak pembaca pada refleksi pemikiran dan kemafhuman tidak sepintas lalu.
Daftar buku tentang NU, kalau dideret, tentu mencapai puluhan meter. Pendataan atau pembuatan katalog NU perlu dilakukan agar pembacaan melalui aksara bisa komprehensif dan memberikan akses kepada siapa saja untuk menekuni ihwal NU. Produksi melimpah itu belum paripurna mengisahkan NU. Siapa saja masih mungkin menulis tentang NU dalam pelbagai perspektif.
Proyek katalog NU menjadi keniscayaan untuk menemukan pola perbandingan dan mozaik NU. Pembacaan dari para Indonesianis Ben Anderson, Greg Barton, Martin van Bruinessen, dan Greg Fealy juga ikut menentukan makna NU dalam perspektif mereka. Antusiasme kalangan Indonesianis itu tentu memberikan kontribusi untuk pembesaran wacana NU di ranah internasional. Peran para penulis dari NU atau pengamat NU dari dalam negeri tentu lebih memiliki arti dan peran strategis karena kesadaran historis dalam geopolitik dan geokultural di Indonesia. (*)
* Bandung Mawardi, peneliti Kabut Institut Solo dan pemimpin redaksi Jurnal Tempe Bosok
Sumber: Jawa Pos, Minggu, 04 April 2010
No comments:
Post a Comment