Sunday, April 04, 2010

Film Bollywood, Memang Kenapa?

-- Tegus Prasetyo*

Wabah film India dengan kekhasan ada lagu dan tarian sempat digunakan di beberapa film Indonesia era 70--80-an, terutama yang menghadirkan Raja Dangdut Rhoma Irama sebagai pemeran utamanya.

KALA itu, Bollywood pernah begitu berjaya di bioskop Tanah Air. Dulu nama-nama seperti Sri Devi, Amitabh Bachan, dan beberapa aktor dan artis India menjadi idola.

Memasuki era tahun 90-an, ketika mulai muncul jaringan Bioskop 21 dan sekelasnya, film India mulai tersingkir. Film India bersama dengan film Indonesia yang ketika itu mulai dibanjiri tema-tema seks, hanya mampu tembus di bioskop-bioskop pinggiran kota. Bioskop-bioskop kelas atas hanya memajang film-film Hollywood yang memang merajai pasar saat itu.

Namun, semua berubah tahun 2002 saat film India, Kuch-kuch Hota Hai yang dibintangi Sharukh Khan, Kajol Devgan, dan Rani Mukherji berhasil menembus Bioskop 21. Film yang berkisah tentang cinta sejati yang bermuara pada cinta segitiga dan persahabatan ini sempat menjadi buah bibir tidak hanya di kalangan penggemar film India, tetapi juga kalangan mahasiswa yang tinggal di daerah perkotaan.

Setelah itu, belum ada lagi film India yang bisa menjadi buah bibir atau paling tidak mampu tembus ke bioskop papan atas. Meskipun banyak juga film India yang berkualitas lainnya. Salah satunya pernah tembus dalam nominasi film berbahasa asing terbaik pada ajang Academy Award 2002, Lagaan: Once Upon a Time in India yang diperankan Aamir Khan.

Film Devdas yang diperankan Shahruh Khan mencoba mengikuti jejak Lagaan. Tapi belum juga mampu berbicara banyak di ajang Oscar. Meski sukses di India, di Indonesia keduanya tidak begitu bergaung seperti Kuch-kuch Hota Hai.

Dan puncak film India setelah Ghandi yang berjaya di Oscar 1982, mampu diraih Slumdog Millionaire yang mampu meraih 8 piala di ajang Academy Award 2009. Meskipun film ini bukan besutan sutradara India karena disutradarai sineas Inggris, Daniel Boyle, setting cerita, kisah, dan pemainnya menghadirkan para pemain India. Meskipun diprotes sineas India sendiri karena dianggap menggambarkan sisi kelam sudut India, mendapatkan sukses juga secara komersial di penjuru dunia, juga di Indonesia.

Saat ini, ada dua film India baru yang sangat menjadi buah bibir bagi sebagian besar anak muda di Indonesia, terutama di kota-kota besar yakni film 3 Idiot dan My Name is Khan. Keduanya bisa dikatakan sangat fenomenal karena tidak hanya sukses di India, tetapi juga di luar India. Bahkan secara kualitas dan komersil keduanya sama-sama imbang.

Film 3 Idiot's yang disutradarai Rajkumar Hirani ini mengisahkan tentang tiga mahasiswa teknik Imperial College of Engineering, yang bersahabat sejak awal perkuliahan mereka yakni Rancho (Aamir Khan), Farhan (R. Madhavan), dan Raju (Sharman Joshi). Awal adegannya sendiri mengisahkan cerita 10 tahun setelah mereka bertiga lulus di mana Farhan dan Raju terus mencari Rancho yang setelah lulus tidak diketahui kabar dan rimbanya di mana.

Kemudian cerita pun mengalir dengan indah dan cair dengan gerakan flash back, kembali pada masa di mana mereka bertiga masih kuliah. Ketika mereka sama-sama baru datang ke kampus. Suasana kocak dan penuh keriangan mulai sangat terasa di sini dengan banyaknya adegan lucu yang tercipta sehingga membuat penonton langsung tertawa melihat adegan yang ditampilkannya. Walaupun beberapa adegan lucunya masih slapstick, tapi ini tidak membuat kelucuan yang ditampilkan terlihat biasa saja. Begitulah kekhasan film komedi India.

Lalu, suasana mulai berubah sedikit muram manakala di perkuliahan mulai muncul sosok Rektor Viru Sahasrabuddhe (Boman Irani) yang kemudian dijuluki Virus para mahasiswa. Karena kebijakannya yang sangat otoriter membuat dia dijuluki si killer, dan karenanya banyak mahasiswanya yang sampai stres dan bahkan bunuh diri karena tidak mendapatkan kemudahan dalam menjalankan pendidikannya.

* Teguh Prasetyo, penggemar film

Sumber: Lampung Post, Minggu, 4 April 2010

No comments: