Judul buku : Extremely Loud & Incredibly Close (Benar-Benar Nyaring dan Sungguh-Sungguh Dekat)
Penulis : Jonathan Safran Foer
Penerbit : Mahda Books
Cetakan : Maret 2010
Tebal : 430 hlm
IHWAL-IHWAL yang menurut persepsi banyak orang dianggap konyol, sia-sia, dan buang waktu bila dilakukan, bisa jadi sangat berharga dan punya makna penting bagi seseorang. Bahkan, terkadang tak dibutuhkan alasan logis dan masuk akal untuk melakukan hal "konyol" tersebut, sepanjang mereka yakin dan percaya.
"Kami tidak akan berhenti mencari hingga kami mendapatkan alasan yang tepat untuk berhenti mencari." Itulah salah satu kalimat yang ditulis Jonathan Safran Foer dalam novelnya, Extremely Loud & Incredibly Close (Benar-Benar Nyaring dan Sungguh-Sungguh Dekat). Novel yang pertama kali diterbitkan tahun 2005, Maret, ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Novel EL&IC ini sempat mengundang kontroversi di negara asalnya karena Jonathan menggunakan gaya penulisan dan teknik bercerita yang berbeda dari novel-novel konvensional. Di luar negeri, gaya dan teknik macam ini kerap dijuluki visual writing. Pembaca mungkin akan mengernyitkan dahi dan kebingungan melihat grafis-grafis unik, font yang mengecil, judul bab yang dicoret, fotografi yang berkaitan dan mendukung dengan jalan cerita, halaman yang perlahan memburam hingga hitam total, kata atau kalimat atau tanda baca yang sengaja dilingkari tinta merah. Belum lagi, halaman-halaman yang hanya berisi deret angka semacam kode yang mesti diterjemahkan (ala SMS) agar pembaca mengetahui kalimat yang tersembunyi di baliknya.
Tokoh sentral dalam novel ini adalah Oskar Schell, seorang bocah ateis berusia 9 tahun. Benaknya dipenuhi gagasan-gagasan unik, naif, cerdas--kalau tak bisa dibilang "gila" untuk ukuran bocah sebayanya. Misalnya, berangkat dari pemikirannya tentang lokasi pemakaman di bumi yang kelak habis, muncullah ide pemakaman yang disusun bertumpuk ke dalam tanah seperti gedung pencakar langit, dengan maksud dunia kehidupan akan ada di atas dunia kematian. Atau ketika dia memutuskan berhenti bicara, menjalani laku diam, meladeni pertanyaan orang-orang lewat tulisan di secarik kertas. Menato telapak tangan kiri dengan kata Yes dan tangan kanan dengan kata No agar saat bertepuk tangan bisa didefinisikan sebagai penghargaan melalui penyatuan dan pemisahan; agar saat membaca buku dengan meletakkannya di kedua telapak tangan berarti menjaga keseimbangan antara "ya" dan "tidak".
Novel ini berlatar peristiwa 9 September, hancurnya World Trade Centre di AS oleh hantaman dua pesawat, di mana ayah Oskar menjadi salah satu korban dalam peristiwa yang di kemudian hari menyulut isu terorisme di dunia. Jasad ayahnya tidak pernah ditemukan tapi ibu Oskar tetap menghendaki sebuah pemakaman. Jadilah prosesi pemakaman ganjil: peti mati kosong dan ibu Oskar percaya jiwa suaminya ada dalam peti itu.
Setahun setelah kematian ayahnya, Oskar tak sengaja menemukan sebuah kunci dalam vas yang diletakkan di rak dalam apartemennya. Vas itu pecah saat Oskar berusaha menjangkaunya. Didorong penasaran dan hobinya meneliti banyak hal, Oskar memulai perburuan mencari lubang kunci, yang menurut ahlinya sudah berusia puluhan tahun. Di awal novel ini, pembaca disodori misteri atau mitos tentang sektor keenam di kota New York, setelah Manhattan, Brooklyn, Queens, Staten Island, dan Bronx. Sektor keenam ini pernah ada dan konon telah raib karena letaknya perlahan-lahan bergeser.
Wajar jika novel ini mendapat pujian dari sejumlah media terkenal di AS, seperti, Observer, Daily Telegraph, dan The Times Literary Supplement. Novel ini seperti membawa pembacanya ke dalam permainan labirin teks yang mengasyikkan. Jika pembaca masih asing dengan nama Jonathan Safran Foer dan ingin menemukan gambaran lebih jauh tentang bagaimana sosoknya, mungkin ada baiknya menonton film Everything is Illuminated, yang mana JSF menjadi tokoh utama. Film ini juga berangkat dari novelnya dengan judul yang sama.
Kisah dalam novel ini seperti mengajak kita untuk membongkar ulang, membedah, dan mempertanyakan kembali hal-hal konvensional dan sudah pasrah diterima dalam masyarakat. Pencarian atas suatu keyakinan, kepercayaan, kepentingan, atau apa pun namanya. Benarkah segala hal yang telah diyakini secara absolut dan bagaimana aplikasinya dalam kehidupan? Berapa kemungkinan yang ada di balik suatu hal? Apa yang hakikatnya dicari dalam hidup? Benarkah sesuatu yang dianggap sepele memang sepele? Atau, barangkali, hidup memang hanyalah sebuah permainan, seperti yang biasa dimainkan tokoh Oskar dan ayahnya?
Arman AZ, penggemar sastra
Sumber: Lampung Post, Minggu, 11 April 2010
No comments:
Post a Comment