Saturday, April 10, 2010

Sepotong Bibir dari Surga yang Menetes bagi Kematian yang Bahagia

-- Ilenk Rembulan

Kali ini cerpenis Agus Noor membukukan kumpulan cerpennya dalam balutan seksi diberi judul Sepotong Bibir paling indah di Dunia, yang diambil dari salah satu cerpennya.

Kumpulan cerpen setebal 168 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit PT Bentang Pustaka, Yogyakarta, tahun 2010, berisi sembilan cerpen, “Empat Cerita Buat Cinta”, “Kartu Pos dari Surga”, “Permen”, “Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia”, “20 Keping Puzzle Cerita”, “Cerita yang Menetes dari Pohon Natal”, “Episode”, “Variasi bagi Kematian yang Seksi”, “Perihal Orang Miskin yang bahagia”.

Saya sangat menikmati karya Agus Noor seperti saya juga menikmati karya SGA. Keduanya seperti panci dan tutupnya, saling mengisi imajinasi saya berkeliaran, mengajak pergi ke negeri antah berantah, tapi juga menyadarkan akan realitas yang ada di sekitar kita, terutama bila membicarakan akan bagaimana kematian itu terjadi.

Beberapa cerpen masuk dalam cerpen pilihan Kompas dan Pena Kencana. Walau sudah pernah saya baca sebelumnya, namun membaca kembali cerpennya yang berada dalam buku ini, saya tak merasa bosan malah sebaliknya semakin menikmatinya dengan eksplorasinya bercerita.

Cara bertuturnya tak seperti umumnya. Dia berhasil membalut sebuah cerita yang terdiri dari khayalan dan realitas menyatu dalam keutuhan cerita. Antara gembira dan sedih dicampurnya dengan aroma keindahan susunan kalimatnya. Kadang terlihat puitis, tapi juga kadang menikam dan terkesan sadis dan membuat perut mual. Tapi, itulah kehidupan, seorang Agus Noor memindahkannya dalam goresan pena dengan apa adanya, tapi tidak sampai titik, membiarkan ceritanya dalam keadaan koma, dan pembaca akan berpikir sendiri mau dikemanakan cerita itu akan berakhir.

Dalam Pemetik Air Mata yang merupakan bagian dari cerpen yang berjudul “Empat Cerita Buat Cinta” misalnya, dia bertutur tentang Peri-peri pemetik air mata menjinjing cawan mungil keemasan yang menekuk dan mengulin di bagian ujungnya. Ke dalam cawan mungil itulah mereka tampung air mata yang mereka petik dari pelupuk mata bila ada yang menangis. Kisah peri mata ini digabung dengan kisah gadis kecil yang ibunya menjadi pelacur, setelah dewasa teryata dia menjadi istri simpanan, dan anaknya hampir sama mengalami masa kecilnya dan membeli kristal bening kemilau yang merupakan jelmaan setiap butir air mata yang diambil peri mata. Antara khayalan dan kenya­taan menyatu menjadi sepotong kisah sedih namun menarik.

Lain lagi penuturan dalam Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, yang dipersembahkan untuk SGA. Rupanya cerpen ini menjawab cerpen “Sepo­tong Senjanya” SGA. Apabila pembaca dan penggemar SGA masih ingat akan Sukab, Maneka dan Alina, dua pacar Sukab. Maneka mendapat kiriman sepotong bibir dari Sukab yang keberadaannya tak tahu apa masih ada di negeri Senja atau pergi dengan kekasih yang lain. Sepotong bibir yang semula dianggapnya dari mainan karet, tapi setelah disentuhnya ternyata bibir sungguhan. Lembut, kenyal dan masih hangat. Masih ada sisa darah segar meleleh, seakan baru disayat. Di sini pengarang menggambarkan keadaan barang tersebut dengan jelas, membuat pembaca bisa merasakan setiap detail dan kengerian membayangkan yang kemudian timbul.

Penutup cerita ini adalah ketika Maneka berbisik pada Alina. ”Rasanya kini aku mengerti, kenapa Sukab mengirimkan bibir itu...”

”Kenapa?”

”Itu pasti bibir calon Presiden.”

"Itu bibir Tukang Kibul.”

Suatu penutup yang tak diduga pembaca dan juga saya, mengingatkan akan bibir calon presiden yang memang pada akhirnya hanya Tukang Kibul.

Di sisi lain, AN juga menggambarkan kematian yang diramu antara khayalan dan kenyataan dengan gaya tuturnya imajinatif dan tragis. Itu dapat dinikmati dalam cerpennya yang berjudul “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”. Saya kutipkan bagian akhirnya: Nasib buruk kadang memang kurang ajar. Suatu hari, orang miskin itu berubah jadi anjing. Itulah hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Anak-istrinya yang kelaparan segera menyembelihnya.

Lain lagi dalam cerpennya yang juga bicara kematian berjudul Variasi bagi Kematian yang Seksi. Dalam memberikan judul saja AN sudah demikian menggoda. Bagaimana kematian kok bisa seksi gitu?

Dalam cerpen ini, cerita dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama: Aku ingin mati dengan cara paling seksi. Sang tokoh digambarkan ingin mati dengan tenang di atas tempat tidur, dengan sudah dipersiapkan sebelumnya semua yang berhubungan dengan kematian tersebut bila timbul misalnya biaya pemakaman. Dalam cerita ini sang lakon dapat dengan jelas tahu persis kapan dia mati, dan masih sempat memotong kuku, mencukur cambang serta merapikan kumisnya yang tipis.

Variasi Kematian yang Kedua: sang tokoh menceritakan sendiri kematian itu terjadi. Pengembaraannya ke berbagai kota yang kemudian dia pulang sudah menjadi mayat. Namun di sini sang tokoh bertutur seakan-akan dia tidak mati, pulang kembali ke kampung karena ada telegram: telah meninggal dengan tenang..... Dan kemudian akan pergi lagi mengembara, meninggalkan pesan pada kerabatnya ”Kirim telegram bila aku kembali meninggal.”

Kekuatan AN bertutur pun dapat dinikmati pada potongan cerita mirip puzzle dengan judulnya “20 Keping Puzzle” Cerita. Masing-masing cerita mini yang dibangun terdiri dari 20 keping. Namun kemudian setelah selesai dibaca akan terasa satu dan lainnya saling berhubungan. Pembaca digiring pada pemahaman yang cerdas bahwa kepingan cerita di awal merupakan penjelasan dari kepingan di akhir, walau dengan judul masing-masing sepertinya tak ada kaitannya.
Yang pasti gaya penulisan seperti AN ini mungkin kurang bisa dinikmati pembaca yang biasa membaca cerpen pop ataupun yang ringan dengan ending gampang ditebak.

Bogor, 3 April 2010

Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 10 April 2010

No comments: