Tuesday, January 15, 2008

Serangkaian Acara Sambut 55 Tahun Taufiq Ismail Berkarya

[JAKARTA] Sastrawan Indonesia Taufiq Ismail akan merayakan kiprahnya dalam sastra Indonesia selama 55 tahun. Banyak karya Taufiq menjadi saksi situasi sosial politik Indonesia. Namun di sisi lain, dia juga berbicara tentang banyak tema seperti cinta, alam, kemanusiaan, agama dan ketuhanan. Serangkaian acara digelar untuk merayakannya.

Taufiq Ismail (dok sp)

Untuk memperingati kiprah Taufiq Ismail tersebut maka majalah sastra Horison menyelenggarakan serangkaian kegiatan. Pada Januari hingga Maret 2008, diadakan Lomba Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Nasional tentang Taufiq Ismail dalam Sastra dan Kebudayaan Indonesia. Perlombaan diadakan bagi mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia, termasuk yang berjenjang S-2 dan S-3.

Mengenai lomba karya tulis tentang Taufiq Ismail, peserta dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Tulisan dapat berupa kajian kritis tentang salah satu buku karya Taufiq (antologi atau non-fiksi), keseluruhan antologi puisi karya Taufiq, posisi Taufiq dalam perjalanan sastra Indonesia, kiprahnya dalam dunia pendidikan, atau kiprahnya dalam pembangunan kebudayaan Indonesia.

Sementara, untuk persyaratan peserta lomba, tiap peserta dapat mengirimkan lebih dari satu karya tulis. Naskah yang dikirim belum pernah dipublikasikan secara utuh atau sebagian dalam bentuk apa pun. Sementara itu, naskah ditulis dalam bentuk esai dengan panjang tulisan antara 10-15 halaman (di luar daftar pustaka). Tiap peserta harus mengirimkan empat kopi dengan batas waktu 30 Maret 2008.

Nama Taufiq Ismail dikenal melalui karya-karyanya berupa cerita pendek (cerpen), drama, esai, serta kolom. Selain itu, penyair kelahiran Bukittinggi 25 Juni 1935 ini juga menerjemahkan puisi, cerpen, dan buku Islam. Pria berusia 72 tahun itu juga merupakan salah seorang pendiri majalah Horison di tahun 1966.

Tidak hanya sastra, Taufiq juga merambah ke dunia musik. Ia berperan dalam penulisan lirik bersama beberapa musisi Indonesia. Sekitar 100 lirik telah dihasilkan Taufiq bersama musisi Indonesia, seperti grup musik Bimbo, Ahmad Albar, Ian Antono, Ucok Harahap, Nicky Astria, Chrisye, Haddad Alwi, Erwin Gutawa, Armand Maulana, serta Gita Gutawa.

Peraih Penghargaan


Taufiq Ismail juga berperan dalam dunia pendidikan. Peraih penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Republik Indonesia di tahun 1970 tersebut merupakan pendorong 10 Gerakan Sastra Masuk Sekolah, yang sudah berlangsung sejak 1996 hingga kini. Gerakan itu bertujuan meningkatkan budaya baca dan kemampuan menulis siswa.

Puisi-puisi yang ditulis Taufiq Ismail menggemakan respons terhadap situasi politik yang genting di tahun 1960-an dan 1990-an. Puisi-puisi tersebut juga sebagai saksi tentang situasi sosial politik Indonesia. Namun, Taufiq juga banyak mengangkat tema lain, seperti cinta, alam, kemanusiaan, agama, dan Tuhan.

Beberapa karya Taufiq Ismail adalah kumpulan puisi Manifestasi (1963) yang ditulis antara lain bersama Goenawan Mohamad dan Hartojo Andangjaya, Tirani (1966), Puisi-Puisi Sepi (1971), dan Sajak Ladang Jagung (1973). Di tahun 1966, ia menulis kumpulan puisi Benteng, yang kemudian mengantarnya memperoleh Hadiah Seni di tahun 1970.

Sementara itu, karya-karya yang dihasilkan di tahun 1990-an, antara lain Puisi-Puisi Langit (1990), Tirani dan Benteng (1993), dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999).

Taufiq juga pernah meraih penghargaan yang berasal dari negara-negara lain, yaitu Cultural Visit Award dari pemerintah Australia (1977) dan South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994). Selain itu, Taufiq juga pernah menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992).

Keterlibatannya dalam dunia sastra juga diperlihatkan melalui penampilan yang sering ia lakukan di depan umum berupa pembacaan puisi. Hal itu, ia lakukan di berbagai festival dan acara sastra di berbagai kota di dunia sejak 1970. [DMP/U-5]

Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 15 Januari 2008

No comments: