JAKARTA, KOMPAS - Di abad audio visual sekarang, kesadaran pemerintah dan industri Indonesia akan pentingnya pendidikan budaya kreatif masih rendah.
Budayawan Garin Nugroho mengatakan hal itu di Jakarta, Jumat (25/1), menanggapi ”keluh-kesah” Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ), yang mengemuka pada acara Malam Harapan Fakultas di Hotel Nikko, Jakarta, Kamis malam. Presentasi yang rencananya disampaikan Agni Ariatama dibatalkan karena yang hadir sekitar sepertiga jumlah undangan.
Agni, pengajar di Fakultas Film dan Televisi IKJ, mengatakan, para mahasiswanya mengalami hambatan menyelesaikan studi tepat waktu karena terkendala dana, terutama untuk menyelesaikan tugas akhir.
”Untuk tugas akhir secara kelompok, mahasiswa butuh dana Rp 20 juta-Rp 60 juta. Akibatnya, hanya sekitar seperlima jumlah mahasiswa tiap tahun bisa selesai studi tepat waktu. Jika dana cukup, semestinya dua pertiga mahasiswa bisa selesai,” ujarnya.
Malam itu seorang pengusaha memberi bantuan Rp 150 juta dan seorang pengusaha film mengizinkan studionya digunakan mahasiswa untuk editing.
Garin menjelaskan, Amerika menanamkan investasi untuk pendidikan budaya kreatif karena akan menggerakkan industri budaya. Di Korea ada ratusan sekolah film. Di Indonesia, dengan 220 juta lebih jiwa, hanya ada satu sekolah film, di IKJ. (NAL)
Sumber: Kompas, Sabtu, 26 Januari 2008
No comments:
Post a Comment