JAKARTA (Media): Pemerintah harus mampu mengendalikan sektor pasar. Jika tidak, kebudayaan nasional akan hancur secara bertahap dan tinggal menunggu waktu.
"Lemahnya pengendalian pemerintah atas sektor pasar akan membuat marak komersialisasi kebudayaan dan pendidikan, dan akibatnya semakin kita rasakan sekarang," ujar budayawan Abdul Hadi WM, dalam pidato kebudayaannya berjudul Kebudayaan, Kekuasaan, dan Krisis pada peringatan 10 tahun Universitas Paramadina, di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (9/1).
Abdul mengungkapkan, jika berkomitmen untuk mengembangkan kebudayaan nasional, untuk melindungi kebudayaan nasional atau masyarakat madani yang kuat secara kultural, negara atau pemerintah Indonesia harus menyusun strategi dan politik kebudayaan yang bebas dari kepentingan politik praktis dan sesaat.
Hal itu sebenarnya sudah mulai terlihat dari civil society atau masyarakat madani di Indonesia sangat lemah karena dampak dari berbagai kebijakan rezim terdahulu yang otoriter dan hegemonis, dan menganggap negara adalah segala-galanya.
Di sisi lain, hal itu juga didorong era neoliberalisme saat ini yang menghantui negara Indonesia, karena kekuatan pasar yang sangat mempengaruhi kehidupan dan struktur kebudayaan di Indonesia, seperti adanya penyingkiran peranan istana, gereja, pura, mesjid, wihara, universitas, dan pusat-pusat kebudayaan lainnya.
Belum lagi banyak sektor kehidupan lainnya yang seharusnya merupakan bagian dari kewajiban pemerintah, namun kini secara perlahan mulai jatuh ke tangan pasar, seperti sektor pendidikan, kesehatan, informasi serta layanan publik lain.
Sementara itu, lanjut Abdul, keberadaan gedung sekolah dan universitas pun tenggelam di belantara pasar. Perpustakaan dan toko buku hanya sedikit dijumpai di kota-kota besar.
"Jika ini tidak diatur oleh negara atau pemerintah, tidak mustahil kebudayaan nasional sebagai puncak dari kebudayaan-kebudayaan di daerah akan terseret oleh pasar dan semakin lama kebudayaan bangsa Indonesia tersebut akan semakin pudar," ujarnya. (Dik/H-1)
Sumber: Media Indonesia, Jumat, 11 Januari 2008
No comments:
Post a Comment