Friday, January 25, 2008

Prasasti Sangguran di Skotlandia, Pemerintah dan LSM Upayakan Pengembalian

[JAKARTA] Pemerintah dan Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo (YKHD) sedang mengupayakan pengembalian prasasti Sangguran ke Indonesia. Batu bersejarah peninggalan awal abad ke-10 yang dimiliki keluarga Minto secara turun temurun sejak abad ke-18, saat ini berada di Skotlandia.

Prasasti Sangguran peninggalan awal abad ke-10, kini masih berada di Skotlandia. (ap)

Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Republik Indonesia Hari Untoro Drajat dan Ketua YKDH Hashim Djojohadikusumo dalam konferensi pers, Kamis (24/1) di Jakarta.

Prasasti Sangguran yang dikenal sebagai Minto Stone berukuran tinggi dua meter dan berat 3,5 ton. Menurut sejarah, prasasti Sangguran diberikan oleh Sir Stamford Raffles kepada Lord Minto pada tahun 1814 sebagai upeti. Prasasti ini kemudian secara turun temurun diwariskan ke generasi Lord Minto.

Saat ini, prasasti Sangguran dimiliki oleh Viscount Timothy Melgund, putra sulung dari Earl of Minto VI. Peninggalan bersejarah yang diperkirakan berasal dari daerah Ngandat, Malang tersebut ditemukan dalam kondisi memprihatinkan. Padahal, prasasti Sangguran memiliki nilai sejarah yang tinggi dan tidak ternilai bagi kekayaan budaya bangsa Indonesia.

"Prasasti Sangguran merupakan benda cagar budaya yang tidak ternilai harganya bagi bangsa Indonesia. Ini menyangkut kebudayaan kita sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena itu, YKHD siap membantu pemerintah melalui pendanaan untuk mengembalikan prasasti Sangguran, dan membawanya kembali ke Indonesia," tutur Hashim.

Dalam kerja sama ini, YKHD mendukung upaya pemerintah dalam melestarikan benda-benda bersejarah di Indonesia dengan cara membantu dana. YKHD juga menjadi perantara dalam proses pengembalian prasasti Sangguran dari yayasan Minto di Skotlandia.

Menurut Hari, YKHD dipilih menjadi perantara untuk memudahkan pengembalian. Pasalnya, bila pengembalian dilakukan antarnegara prosesnya akan sulit karena keterbatasan birokrasi pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah membutuhkan dukungan dan bantuan YKHD untuk pemulangan benda bersejarah tersebut.

"Jika dilakukan antarnegara, kemungkinan berhasilnya prasasti Sangguran dibawa kembali sangat kecil. Tetapi jika lewat yayasan akan lebih mudah. Negosiasi yang tengah diupayakan saat ini juga tidak hanya melibatkan Lord Minto, tapi juga board di sana," ujar Hari.

Selain itu, kekuasaan untuk mengembalikan prasasti Sangguran tidak lagi menjadi hak Melgund, melainkan hak Yayasan Keluarga Lord Minto. Selama dua abad terakhir ini, Yayasan Keluarga Lord Minto telah menjaga dan merawat prasasti Sangguran, sehingga mereka meminta biaya penggantian perawatan.

Hingga saat ini, belum diketahui kapan tepatnya prasasti Sangguran akan kembali ke Indonesia. Pertemuan telah dilakukan sejak April 2007 dan Hashim telah tiga kali menemui Lord Minto untuk mengupayakan pengembalian prasasti Sangguran. Namun, proses pengembalian menjadi terhambat karena kasus arca yang hilang dari Museum Radya Pustaka melibatkan nama Hashim.

"YKHD dan Yayasan Keluarga Lord Minto sedang menegosiasikan tata cara dan birokrasi pengembalian prasasti, serta penawaran biaya perawatan. Hingga saat ini kami belum juga menemukan kesepakatan," ujar Hari.

Penegakan Hukum

Meski demikian, Hashim menolak menginformasikan harga yang ditawarkannya sebagai pengganti biaya perawatan prasasti Sangguran. Diharapkan Maret 2008 dicapai kesepakatan, sehingga prasasti tersebut dapat kembali paling lambat akhir tahun 2008. Pihak Hashim juga menyatakan tidak memetik keuntungan apapun dari segala jerih payah pengembalian benda purbakala yang ada.

Menurut Direktur Peninggalan Purbakala Ditjen Sejarah dan Purbakala Depbudpar Soeroso, kemungkinan besar prasasti Sangguran akan ditempatkan di Museum Nasional, Jakarta. Untuk itu, pemerintah sedang menyiapkan dan memperbaiki museum tersebut. Ke depan, ujarnya, upaya pencegahan kehilangan benda-benda bersejarah bangsa Indonesia lebih diperbesar.

Penegakan hukum dan koordinasi pemerintah dalam negeri dengan Interpol menjadi sangat penting, terutama prosedur kepemilikan. Seperti registrasi benda cagar budaya sebagai upaya pengamanan dan dukungan masyarakat dalam menjaga aset budaya bangsa Indonesia.

Sementara itu, Hashim tidak menampik upaya kerja sama YKHD dengan pemerintah dalam pengembalian prasasti Sangguran adalah strategi untuk memulihkan nama baiknya. Meskipun, tugas yang diamanatkan pemerintah padanya bukan yang pertama kali dilakukan.

"Kami telah menjalin kerja sama sejak 1989. Saya sangat mendukung upaya pemerintah untuk menjaga dan melestarikan benda-benda bersejarah sebagai budaya bangsa Indonesia. Tetapi, ketika saya disebut penadah terkait kasus arca yang hilang beberapa waktu lalu membuat saya sakit hati. Jujur, saya kecewa dan sangat tersinggung. Orang berniat baik malah saya dikatakan penadah," tutur Hashim yang sejak 2005 tinggal di London, Inggris.

Padahal, lanjutnya, selama ini YKHD membantu pemerintah melestarikan benda bersejarah bangsa Indonesia. Hanya saja kegiatan itu tidak pernah diumumkan ke media. [CNV/N-4]

Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 25 Januari 2008

No comments: