Thursday, January 24, 2008

Website: Pengunjung adalah Rajanya

-- Amir Sodikin

PERKEMBANGAN teknologi internet semakin tak terbendung. Berbagai inovasi rumah di dunia maya itu terus diperbaiki hingga mendekati selera dunia nyata: yaitu adanya interaksi antara pembuat web dan pengunjung serta interaksi sesama pengunjung. Bagi yang tetap ngotot web-nya tetap statis, tunggu saja ambruknya web itu.

Seorang pakar internet, Tim O’Reilly, bersama MediaLive International, dalam sebuah curah pendapat menemukan istilah Web 2.0. Istilah itu digunakan sebagai nama sebuah konferensi. O’Reilly menggunakan istilah itu untuk menekankan web yang sifatnya interaktif.

Web 2.0 juga penanda sejarah, yaitu web yang selamat dari ancaman kolaps pada tahun 2000-an. Tetapi, terminologi Web 2.0 ini banyak ditolak para webmaster karena rancu dan tak memiliki cukup arti (meaningless). Walaupun istilah Web 2.0 banyak ditolak, kini sudah ada Web 3.0.

Jika Web 1.0 berkutat pada kecepatan akses dial-up dengan pipa bandwith sekitar 50K dan Web 2.0 dengan bandwidth 1 megabit, maka Web 3.0 sekitar 10 megabit yang menawarkan tampilan web grafis dengan ditunjang video web serta teknologi artificial intelligence yang bernuansa tiga dimensi.

Tulisan ini tidak akan ikut membicarakan perdebatan itu, hanya akan meminjam istilah Web 2.0 atau Web 3.0 untuk menandakan era yang sudah berubah. Istilah ini cocok untuk Indonesia yang masih menganggap website itu ”sebuah proyek dan sesuatu yang mahal plus boros”.

Sebuah pertemuan tahunan ”Pioneering the Future with HP” yang digelar Hewlett-Packard di Senggigi, Nusa Tenggara Barat, juga sudah ikut-ikutan membahas Web 2.0 ini. Terasa aneh bagi perusahaan yang dikenal sebagai produsen printer membahas Web 2.0 ini.

Tetapi, perlu diingat salah satu unsur teknologi Web 2.0 adalah kemudahan tampilan website yang membolehkan mencetak halaman web secara cepat. Software printer HP pun dilengkapi kemudahan mengelola pencetakan, baik dokumen teks maupun foto, dari sinilah HP ternyata juga ingin mengambil bagian kue Web 2.0. Web 2.0 telah menjadi ”gimmick” yang menarik.

Praktisi teknologi internet, Mas Wigrantoro Roes Setiadi, yang hadir dalam acara HP itu mengungkapkan, teknologi Web 2.0 sudah ”wajib” bagi website era sekarang. Untuk bisa bersaing di masa mendatang mau tidak mau perusahaan harus mengikuti tren ini. Transparansi dan akuntabilitas sebuah lembaga bisa dilihat dari web-nya.

”Sebenarnya fasilitas interaktif itu sudah banyak disediakan teknologi web sekarang, tetapi untuk perusahaan di Indonesia banyak yang masih berpikir apakah mau menghidupkan fasilitas itu atau tidak,” kata Mas Wigrantoro.

Fasilitas Forum, misalnya, jika dipasang memang akan meningkatkan interaksi pengunjung dengan perusahaan. Tetapi, siap tidak perusahaan menerima cercaan atau keluhan di Forum itu? ”Maka, aplikasi Web 2.0 ini bergantung pada kebiasaan di Indonesia,” kata Mas Wigrantoro.

Banyak gratis


Revolusi yang dihasilkan dari semangat web interaktif ini secara mengejutkan lebih banyak disumbangkan oleh software-software yang menggunakan platform gratis. Bahasa pemrograman PHP dan database berbasis MySQL seolah merajai karena menawarkan kinerja software yang gratis. PHP dan MySQL sudah menjadi paket gratis bersama sistem operasi yang juga gratis, Linux, dan webserver gratis, Apache.

PHP, MySQL, Linux, Apache, telah menjadi ”dewa penyelamat” berkembangnya teknologi web interaktif yang murah meriah. Software di bawah bendera Open Source yang memiliki semangat gratis juga merajai karena menawarkan software website yang gratis dan sebagian sudah Web 2.0 dan sedang menuju Web 3.0.

Para developer berlomba-lomba menciptakan software yang memfasilitasi interaksi antara pengunjung dan pemilik website atau antarsesama pengunjung. Blog, Forum, Chat, fasilitas RSS, menjadi standar yang harus ada di web interaktif dan kini terus dikembangkan.

Hebatnya, semua teknologi itu bisa didapatkan gratis. Tak harus beli. Karena itu, web interaktif atau web dinamis membawa semangat biaya yang radikal murah, lebih murah dari website statis.

Harus berubah


Wabah web interaktif hingga kini baru direspons di Indonesia sebagai pengguna saja. Artinya, kebanyakan kita heboh hanya sebagai pengguna Blogspot, Friendster, MySpace, dan web jaringan sosial lainnya.

Padahal, ke depan harus dipikirkan, bagaimana agar kitalah yang memiliki perusahaan penyedia layanan seperti Blogger, MySpace, atau Friendster yang akan digunakan orang lain. Software seperti itu sudah cukup banyak beredar di internet dan bisa digunakan secara instan.

Kita baru heboh sebagai pengguna Google Adsense, hanya dengan memiliki web sederhana dan memasang iklan dari Google Awords saja sudah bisa mendapatkan bayaran dari Google. Fantastis memang, tetapi harus ada yang memikirkan bagaimana kalau kita saja yang membuat bisnis iklan seperti Google Adwords atau bisnis afiliasi iklan seperti Google Adsense. Jadi, orang Indonesia kalau mau iklan tak harus ke Google Adwords.

Kita juga baru bangga bisa menjadi afiliasi dari toko Amazon, tetapi kita belum banyak memikirkan bagaimana kalau kita saja yang buat toko buku online itu dan bisa menyediakan sistem afiliasi yang berani menggaji siapa pun yang mau memasang iklan atau banner toko buku.

Kita baru bangga bisa menjual content kepada masyarakat melalui perangkat mobile. Padahal, kita bisa mendapatkan keuntungan lebih besar jika content itu digratiskan saja. Dengan menggratiskan content, banyak pengunjung yang mengunjungi web dan itu artinya iklan akan semakin mahal.

Web interaktif membawa semangat bahwa pengunjung adalah rajanya. Semakin banyak fasilitas yang diberikan kepada pengunjung, semakin bagus website itu di mata pengunjung maupun di mata mesin pencari, juga di mata page-rank atau lembaga pemeringkat web.

Web yang dinamis yang interaktif adalah tuntutan zaman. Era ini seharusnya ditangkap sebagai peluang, bukan hambatan. Pengunjung adalah raja, maka manjakanlah dia, kalau perlu ”bayarlah” dia untuk berkunjung ke ”rumah maya” Anda.

Sumber: Kompas, Kamis, 24 Januari 2008

No comments: