MELIHAT ayahandanya Raja Mataram Panembahan Senopati masygul karena daerah perdikan Kemangiran kian berjaya, putri sulung Retno Pembayun mengajukan diri turut menyelesaikan masalah. Ia menyaru sebagai penari tayub bernama Endang Pengasih. Dengan cara apa ia menyelesaikan masalah?
Seperti dugaan, Ki Ageng Mangir jatuh cinta kepada Pembayun yang cantik dan pandai menari. Firasat Mangir, Pengasih bukan penari biasa. Ia mengusutnya.
Pengasih akhirnya mengaku ia putri Mataram. Mangir—yang urung membunuh kekasihnya karena tahu Pengasih mengandung buah cinta mereka—terbujuk menghadap Raja Mataram. Saat bersujud di hadapan Senopati, ia dibunuh Raja Mataram, yang menganggap Mangir kepala daerah mbalelo dan mengurangi wibawa Mataram.
Kisah ini melukiskan, tugas negara yang bisa mulus jadi rumit karena keterlibatan emosional.
Lakon diangkat sebagai Pergelaran ke-46 Paguyuban Puspo Budoyo di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu (26/3) malam. Sutradara Srihadi mengambil pendekatan beda. Meski mengenakan kostum tradisional, ”Sang Pembayun” berciri teater, memberi kesempatan tokoh—khususnya Panembahan Senopati (diperankan Parni Hadi, mantan Direktur LPP RRI), Ki Ageng Mangir (Supramu Santoso, Direktur Supreme Energy), dan Pembayun (Ratna Listy, artis)—berekspresi teatrikal, memberi intonasi pada ucapannya, serta memperkuat dengan gerak dan mimik.
Ketoprak atas prakarsa komunitas industri panas bumi ini bisa jadi komitmen pencinta seni bagi program menggalakkan energi terbarukan, melalui Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi pimpinan Luluk Sumiarso: pembina Puspo Budoyo.
(NINOK LEKSONO)
Sumber: Kompas, Jumat, 1 April 2011
No comments:
Post a Comment