Jakarta, Kompas - Penurunan peringkat Indonesia dalam indeks pembangunan pendidikan untuk semua tahun 2011, salah satunya disebabkan tingginya angka putus sekolah di jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau 1,7 persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah setiap tahunnya.
Kemarin, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO) merilis indeks pembangunan pendidikan (education development index) dalam EFA Global Monitoring report 2011. Peringkat Indonesia turun pada posisi ke-69 dari 127 negara. Tahun lalu, posisi Indonesia ke-65.
Dari empat indikator penilaian, penurunan drastis terjadi pada nilai angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Pada laporan terbaru nilainya 0,862, sedangkan tahun 2010 mencapai 0,928.
Indikator lain, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas juga tak beranjak signifikan. Anak-anak putus sekolah usia SD dikhawatirkan kembali bermasalah dalam baca dan tulis.
Jika digabung dengan siswa SD yang tak bisa melanjutkan ke jenjang SMP, siswa yang hanya mengenyam pendidikan SD bertambah. Lulusan SD yang tak dapat ke SMP tercatat 720.000 siswa (18,4 persen) dari lulusan SD tiap tahunnya.
Putus sekolah di jenjang SD itu terutama faktor ekonomi. Ada anak yang belum pernah sekolah, ada yang putus di tengah jalan karena ketiadaan biaya.
Untuk mengatasi ancaman putus sekolah pada keluarga tak mampu, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh membuat program ramah sosial terhadap kelompok itu. Kucuran beasiswa bagi siswa miskin mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi diperbaiki agar memutus rantai kemiskinan keluarga.
Kelas khusus
Anak-anak putus sekolah, antara lain, dialami anak-anak peserta kelas layanan khusus (KLK) di SD Inpres Maccini Baru, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ada sekitar 25 anak usia 8-14 tahun yang disiapkan masuk kelas reguler karena tak bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Tajudin (11), di antaranya, baru satu bulan ikut KLK. Ia tak pernah terdaftar sekolah karena orangtuanya miskin. Tajudin diajak tetangga ikut KLK yang gratis, yang ditujukan untuk menjangkau anak usia wajib belajar putus sekolah agar belajar lagi.
Ajawati, Kepala SD Inpres Maccini Baru, Makassar, mengatakan, di sekitar sekolah banyak keluarga miskin, terutama pendatang. Anak-anak itu ada yang bekerja pada pagi hari, lalu ikut KLK sore harinya. ”Setiap tiga bulan dievaluasi. Jika sudah ada kemajuan, baru dimasukkan ke kelas reguler bersama anak-anak lainnya,” kata Ajawati. (ELN)
Sumber: Kompas, Jumat, 4 Maret 2011
No comments:
Post a Comment