Monday, December 06, 2010

Para Pemimpin Masih Feodal

Bogor, Kompas - Presiden Ke-3 RI, BJ Habibie, yang juga mantan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, menilai banyak pemimpin nasional sekarang ini masih berperilaku feodal. Namun, kefeodalan para pemimpin itu muncul akibat masyarakat sendiri yang menciptakan kepemimpinan yang feodalistik.

Wakil Presiden Boediono (kedua dari kiri) berjabat tangan dengan Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) BJ Habibie didampingi Ketua Dewan Pakar ICMI Ginandjar Kartasamita seusai pembukaan Muktamar V ICMI di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (5/12). Dalam muktamar tersebut, akan ditentukan kandidat Presidium Pengurus Pusat ICMI yang nantinya akan memilih Ketua Presidium ICMI 2010-2015. (ANTARA/PUSPA PERWITASARI)

Demikian diungkapkan Habibie seusai pembukaan Muktamar Ke-5 dan Milad Ke-20 Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) oleh Wakil Presiden Boediono di halaman belakang Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (5/12).

Acara bertema ”Membangun Peradaban Indonesia Madani” itu dihadiri Wakil Presiden Boediono, Ketua Presidium ICMI Azyumardi Azra, dan pemimpin lembaga negara, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, duta besar negara sahabat, Gubernur Jawa Barat Achmad Heryawan, pengurus ICMI lainnya, serta 1.300 peserta dan tamu undangan.

”Feodal itu bukan (karena) gubernur, presiden, wakil presiden, atau pejabat lainnya, tetapi karena rakyatnya sendiri yang membuat mereka menjadi feodal,” ungkap Habibie. Ia menceritakan pengalamannya sebagai direktur utama industri strategis di Bandung yang banyak dilayani seperti seorang feodalis.

Akibatnya, saat ia tak mau dilayani dan memilih untuk ikut dalam antrean makanan, sejumlah stafnya kebingungan menghadapinya. ”Karena selalu melayani pemimpin, itu bisa menyebabkan pemimpin menjadi feodal,” kata Habibie.

Menurut Habibie, peranan ICMI pada tahapan yang kedua sekarang ini adalah harus ikut mendorong memantapkan pemimpin yang egaliter, demokratis, transparan, berbudaya, bebas, dan bertanggung jawab.

ICMI sudah ikut aktif mendorong pemimpin nasional yang beralih dari sistem otoriter dan kurang demokratis menjadi pemimpin yang egaliter. Pada masa depan ICMI harus mendorong pemimpin nasional yang memiliki kualitas, menjaga ketenteraman, keadilan, dan pemerataan di masyarakat madani dengan sumber daya manusia-manusia yang terbarukan.

Saat membuka muktamar itu, Wapres Boediono mengharapkan ICMI dapat memperkuat kesatuan bangsa. ICMI, yang dipimpin pertama kali oleh BJ Habibie, berhasil menjadi ikon perpaduan iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, ICMI tercatat sebagai garda terdepan gerakan reformasi.

”Di tengah gejala meningkatnya pemikiran dan gerakan Islam yang transnasional, terkadang melahirkan gerakan Islam yang radikal, ICMI bersama organisasi massa Islam lain perlu terus memperkuat Islam wassafayiah atau Islam yang memberikan keteguhan. Yaitu, Islam yang kontekstual dengan bangsa kita yang majemuk,” ujar Wapres.

Wapres mengatakan, peran ICMI, dalam masyarakat madani dan demokrasi, kelas menengah, adalah tulang punggung masyarakat. Tantangan bangsa dan tantangan ICMI lahir karena adanya dorongan untuk mengubah keadaan. (HAR)

Sumber: Kompas, Senin, 6 Desember 2010

No comments: